7 Sisi Gelap Pembagunan IKN Era Jokowi

7 Sisi Gelap Pembagunan IKN Era Jokowi

Sisi Gelap Pembagunan IKN Era Jokowi-RJ-

Pada awal rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pemerintah Indonesia mengusung konsep Smart, Green, and Forest City, yang berarti kota ini akan menjadi kota cerdas, ramah lingkungan, dan rendah emisi karbon. Berdasarkan master plan, sekitar 70% dari lahan yang digunakan akan dialokasikan sebagai ruang hijau, yang merupakan rencana yang baik untuk menjaga kelestarian alam di Kalimantan.

Namun, masalahnya adalah jika pemerintah menyatakan 70% kawasan tersebut akan menjadi ruang hijau, maka sisanya—sekitar 30%—harus dikonversi dari hutan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas lainnya.

Jika proyek IKN ini melibatkan deforestasi, tentu saja warga Kalimantan akan menghadapi dampak lingkungan yang signifikan, seperti penurunan kualitas udara, krisis air bersih, hilangnya spesies flora dan fauna, serta peningkatan risiko banjir. Lebih parah lagi, pembangunan IKN juga berpotensi meningkatkan pemanasan global, karena hutan Kalimantan merupakan salah satu hutan tropis yang berfungsi sebagai paru-paru dunia.

Menurut laporan Bappenas, hanya sekitar 43% kawasan di Kalimantan Timur yang masih tergolong sebagai hutan alami, dengan total 256.000 hektar lahan yang akan digunakan untuk pembangunan ibu kota. Ini menunjukkan bahwa kondisi hutan di wilayah IKN sebenarnya sudah tidak terlalu baik. Jika pemerintah ingin mewujudkan kota sesuai rencana awal, mereka harus melakukan reboisasi dalam skala besar.

Namun, pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana kemampuan kita untuk mengembalikan lahan yang telah ditebang menjadi hutan tropis dalam waktu singkat?

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kapasitas reboisasi saat ini hanya sekitar 900 hektar per tahun, dan tingkat keberhasilannya pun rendah. Dengan kecepatan tersebut, dibutuhkan waktu sekitar 88 tahun untuk memulihkan hutan yang sudah ditebang. Ini tentu menjadi beban berat yang harus ditanggung oleh generasi-generasi mendatang.

BACA JUGA:Presiden Joko Widodo Mendarat Perdana Di Bandara IKN Selasa Siang

BACA JUGA:Menteri PPN: Pembangunan Tahap 2 IKN Siap Dukung Penyelenggaraan Pemerintahan

Selain dampak terhadap lingkungan, mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) juga membawa risiko besar bagi kesehatan manusia. Mengapa demikian? Untuk membangun infrastruktur IKN, diperlukan biaya yang sangat besar karena harus mendatangkan banyak material dari daerah lain, seperti Pulau Jawa. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah akhirnya membuka pertambangan baru di daerah Sulawesi Tengah, seperti di Kota Palu dan Donggala.

Akibat dari pertambangan tersebut, wilayah di sekitarnya tertutupi oleh debu, sehingga sebagian warga Sulawesi Tengah harus menggunakan masker khusus dalam aktivitas sehari-hari. Lebih parah lagi, jumlah kasus penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) meningkat drastis, mencapai 3.000 kasus dalam dua tahun terakhir, khususnya di daerah Palu.

Hal ini menjadi ironi karena proyek yang diklaim oleh pemerintah sebagai kota ramah lingkungan justru merusak lingkungan di daerah lain dan mengancam kesehatan penduduknya.

6. Ancaman Pembengkakan Utang Negara

Dengan segala ambisi besar di balik pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), kita tidak bisa menutup mata terhadap banyak sisi gelap yang muncul dari proyek ini.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, jika melihat dari kemampuan finansial kita saja, proyek ini bisa menjadi ancaman tersendiri bagi kondisi ekonomi Indonesia, mengingat negara kita saat ini cukup terbebani dengan banyak hutang.

Apalagi jika anggaran negara digunakan untuk memenuhi berbagai fasilitas bagi para pejabat, tentu hal ini akan menambah beban anggaran, yang pada akhirnya bisa memperlambat kemajuan di sektor-sektor yang lebih mendesak.

BACA JUGA:Sandiaga Uno: Runway Bandara VVIP Nusantara di IKN Siap Digunakan

Sumber: dari suara