Keadaan Jazirah Arab Pada Zaman Jahiliah Sebelum Kedatangan Islam

Keadaan Jazirah Arab Pada Zaman Jahiliah Sebelum Kedatangan Islam

Keadaan Jazirah Arab Pada Zaman Jahiliah-Ilustrasi/Unsplash-

Bangunan yang dibuat oleh Abrahah ini dikatakan sebagai sebuah gereja mewah, dan bahkan untuk membangunnya, ia menghabiskan lebih dari setengah harta kerajaannya.

Namun, meski begitu, orang-orang tetap lebih memilih untuk pergi ke Ka'bah daripada ke gereja buatan Abrahah. Hal inilah yang memicu kemarahan Abrahah, sehingga ia berupaya menghancurkan Ka'bah dengan pasukan gajahnya.

Menurut beberapa riwayat dan tertulis dalam Al-Qur'an, pasukan gajah Abrahah gagal menghancurkan Ka'bah. Mereka dihancurkan oleh pasukan burung Ababil, burung-burung ajaib yang dikirim oleh Allah SWT, yang menjatuhkan batu-batu panas dari langit. Peristiwa besar ini kemudian dikenal sebagai "Tahun Gajah."

Ketika kelompok-kelompok dan suku-suku di Jazirah Arab semakin barbar dan tidak terkendali, Allah SWT mengutus seorang nabi terakhir di antara mereka, seorang nabi yang berasal dari keluarga terhormat, yang melanjutkan misi kenabian sebelumnya.

Nabi Muhammad SAW datang untuk mengenalkan Islam kepada mereka, mengajarkan bahwa Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi juga sebagai panduan hidup.

Pada saat itulah masyarakat Jazirah Arab mulai mengalami perubahan drastis. Akidah, cara hidup, serta nilai-nilai sosial mereka diperbaiki. Suku-suku atau kelompok-kelompok yang sebelumnya sering berselisih akhirnya mulai dipersatukan.

BACA JUGA:7 Kemiripan Agama Islam dan Yahudi, Nomor Terakhir Paling Sensitif

BACA JUGA:Kiamat Menurut 5 Agama Besar di Dunia, Mirip Pandangan Islam?

Persatuan ini ditandai dengan terbentuknya Piagam Madinah, sebuah piagam perdamaian yang menandai berakhirnya konflik antara suku-suku di Jazirah Arab dengan Nabi Muhammad SAW sebagai penengahnya.

Berkat adanya Al-Qur'an, hukum-hukum formal yang sebelumnya tidak ada mulai diterapkan, dan menjadi landasan hukum resmi yang bisa disepakati bersama.

Kehadiran Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah masyarakat Arab menjadi kunci utama dalam menyatukan bangsa Arab. Tak hanya itu, berkat adanya Nabi Muhammad SAW, derajat perempuan juga mengalami peningkatan.

Mereka lebih dihargai dan mulai memiliki peran penting di masyarakat. Sejak Islam masuk, perempuan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki hak-hak tersendiri, terutama dalam hal keadilan.

Sebelumnya, laki-laki bisa menikahi perempuan sebanyak yang dia inginkan, namun setelah Islam hadir, pernikahan dibatasi. Setiap laki-laki hanya diperbolehkan menikahi hingga empat istri saja. Pada dasarnya, konsep poligami dalam Islam adalah sebuah pembatasan, bukan anjuran untuk menambah pasangan.

Islam sebenarnya menganjurkan untuk menikahi satu wanita saja, karena Islam sangat memahami kapasitas laki-laki yang tidak mungkin bisa berlaku adil terhadap semua pasangannya. Seperti firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 3: “Maka nikahilah wanita yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah satu perempuan saja.”

Sumber: jazirah ilmu