Keadaan Jazirah Arab Pada Zaman Jahiliah Sebelum Kedatangan Islam

Keadaan Jazirah Arab Pada Zaman Jahiliah Sebelum Kedatangan Islam

Keadaan Jazirah Arab Pada Zaman Jahiliah-Ilustrasi/Unsplash-

Satu-satunya peraturan yang mereka pahami adalah melindungi kelompok mereka dari serangan kelompok lain. Kebanggaan mereka terletak pada kemampuan membuat kelompoknya menjadi besar dan kuat dibandingkan yang lain.

Oleh karena itu, persaingan antar suku menjadi hal yang wajar. Untuk mendapatkan validasi, setiap suku harus menaklukkan suku lainnya. Jika terjadi perselisihan, biasanya akan diakhiri dengan perang antar kelompok.

Meskipun zaman ini terdengar gelap dan penuh bahaya, orang-orang Arab pada masa tersebut dikenal memiliki kemampuan luar biasa dalam menghafal dan menciptakan syair-syair.

Contohnya, Umar bin Khattab sebelum masuk Islam terkenal dengan kebrutalannya, yang merupakan hasil dari tumbuh di lingkungan seperti ini.

Selain kebrutalan, sistem patriarki sangat menonjol pada masa itu. Seluruh kendali kelompok berada di tangan laki-laki, khususnya kepala suku yang dikenal sebagai Syekh. Gelar Syekh ini hanya bisa diwariskan kepada anak laki-lakinya.

Sistem patriarki yang berlaku pada masa itu tergolong ekstrem, karena wanita hampir tidak memiliki peran apapun di masyarakat, bahkan di dalam keluarga. Wanita hanya dianggap sebagai objek untuk menghasilkan anak dan pemuas birahi.

Lebih parah lagi, nilai seorang wanita setara dengan harta rampasan perang, yang bisa diambil dan dinikahi oleh pemenang jika kelompoknya kalah dalam perang. Karena itu, wanita pada masa itu dianggap tidak berharga, bahkan sering dianggap sebagai aib.

Salah satu peristiwa paling tragis pada masa jahiliah adalah praktik penguburan anak perempuan secara hidup-hidup, yang dilakukan untuk menghilangkan aib keluarga atau kelompok.

Selain itu, tidak ada batasan bagi laki-laki untuk menikahi wanita, sehingga seorang pria bisa memiliki 30 hingga 50 istri, karena tidak ada larangan pada masa itu. Mereka memperlakukan istri-istri mereka semena-mena, tanpa memperhatikan keadilan.

Bahkan, jika seorang laki-laki dengan banyak istri meninggal, istri-istrinya akan diwariskan kepada anak laki-lakinya, kecuali ibu kandung anak tersebut.

3. Berlomba Menyembah Berhala

Masyarakat Arab Badui terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Adnan dan Qahtan. Kelompok Adnan bertempat di kawasan utara Jazirah Arab, sedangkan kelompok Qahtan berada di selatan, yang kini menjadi wilayah Yaman.

Kehidupan di antara kedua suku besar ini sedikit berbeda. Adnan terkenal dengan kebrutalannya, sementara Qahtan yang tinggal di selatan memiliki kehidupan yang lebih terstruktur dan maju dibandingkan Adnan.

Hal ini disebabkan oleh teritori Qahtan yang dekat dengan Laut Merah, jalur perdagangan penting. Karena faktor ini, kelompok Qahtan memiliki akses pengetahuan yang lebih luas dari orang-orang luar, sehingga struktur kehidupan mereka lebih kompleks.

Kemajuan kelompok Qahtan terlihat dari kota-kota mereka yang lebih maju, salah satu yang terbesar kala itu adalah kota Makkah. Sebelum datangnya Islam, Makkah telah menjadi pusat bagi orang-orang Arab Badui, khususnya dalam bidang perdagangan dan keagamaan.

Ka'bah, yang telah berdiri di Makkah sebelum munculnya Islam, menjadi tempat paling sakral. Bahkan, Ka'bah saat itu dianggap sebagai tempat suci bagi berbagai agama.

Sumber: jazirah ilmu