MUI Jabar Sesalkan Pembagian Bir di Pocari Run Bandung: Ini Tindakan yang Salah

Foto tangkapan layar, bagi-bagi Bir dalam acara event lari Kota Bandung Akhir pekan lalu--
RADAR JABAR - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat angkat suara terkait insiden pembagian bir kepada peserta dalam ajang lari nasional Pocari Run 2025 yang digelar di Kota Bandung beberapa hari lalu.
Sekretaris MUI Jabar, Rafani Achyar, menyayangkan kejadian tersebut dan menilai hal itu tak hanya keliru dari sisi etika dan agama, tapi juga memberi pesan yang membingungkan bagi masyarakat luas, terutama umat Islam.
"Kalau soal membagikan bir, itu satu tindakan yang salah menurut saya. Itu tidak boleh terjadi sebetulnya, walaupun ada yang mengklaim bir itu di bawah 20 persen kadar alkoholnya," ujar Rafani dalam keterangan tertulis yang diterima Radar Jabar, Jumat, 25 Juli 2024.
"Tapi tetap aja bir itu sudah punya konotasi minuman keras, jadi nggak boleh. Dalam Islam, sesuatu yang sudah punya konotasi yang diharamkan itu nggak boleh," sambungnya.
Rafani menekankan, pendekatan terhadap hal-hal yang berbau syubhat atau abu-abu, secara hukum Islam, harus dijauhi.
Ia mencontohkan fenomena nama-nama makanan ekstrem yang dulu sempat populer, seperti Bakso Setan. Meski halal, hal itu perlu ditinggalkan karena nama dan konotasinya menyimpang dari nilai-nilai keislaman.
BACA JUGA:2 Tahun Terakhir, PHK di Kabupaten Bogor Lebih dari 4.000 Pekerja
"Baksonya mungkin halal, tapi kalau namanya pakai setan, itu sudah jelas musuh. Dalam Al-Qur'an, setan itu musuh yang nyata dan perlakukanlah sebagai musuh. Sama halnya dengan bir, meskipun mungkin kadar alkoholnya rendah, tetap aja haram diminum. Itu karena sudah punya konotasi haram," tegasnya.
Lebih jauh Rafani menyoroti penyelenggaraan acara yang terlalu menonjolkan nama brand dibandingkan identitas lokal.
Ia menyayangkan penggunaan nama event yang seolah menutupi peran Kota Bandung atau Jawa Barat sebagai tuan rumah.
"Mestinya acara lari itu bukan mengatasnamakan perusahaan. Namanya kan Pocari Run, seharusnya yang dikedepankan itu nama kota, misalnya Bandung Run atau Jawa Barat Run. Di mana-mana juga gitu, seperti Borobudur Marathon," ujar Rafani.
Ia pun menilai pemerintah daerah seharusnya lebih tegas menjaga identitas dan marwah publik dalam event-event besar seperti ini.
"Ini kan seolah-olah perusahaan mengeksploitasi pemerintah daerah. Fasilitas pemerintah dipakai, tapi malah dominasi brand," ungkapnya.
Sumber: