Mahalnya UKT Buat Kualitas Pendidikan Tinggi di Indonesia Menurun, Kalah Jauh dengan Malaysia

Mahalnya UKT Buat Kualitas Pendidikan Tinggi di Indonesia Menurun, Kalah Jauh dengan Malaysia

Kualitas Pendidikan Tinggi di Indonesia Menurun-Kampus UI-

Filipina telah menerapkan kebijakan bebas biaya kuliah di universitas negeri, yang membantu meningkatkan akses ke pendidikan tinggi. Indonesia bisa mempertimbangkan kebijakan serupa untuk memperluas akses pendidikan.

3. Kolaborasi dengan Sektor Swasta

Singapura bekerja sama dengan sektor swasta melalui kemitraan strategis untuk memberikan dukungan pendidikan bagi mahasiswa berprestasi. Kemitraan ini dapat membantu meringankan beban biaya kuliah.

4. Pinjaman Pendidikan yang Terjangkau

Malaysia memiliki skema pinjaman pendidikan tinggi bagi mahasiswa yang tidak mampu, memungkinkan mereka untuk tetap melanjutkan pendidikan tanpa terbebani biaya yang terlalu tinggi.

5. Beasiswa dan Bantuan Keuangan

Singapura dan Malaysia juga menawarkan beasiswa, termasuk untuk mahasiswa internasional yang berprestasi. Banyak mahasiswa Indonesia yang berkesempatan mendapatkan beasiswa dari kedua negara tersebut.

Dengan menerapkan kebijakan serupa, Indonesia dapat memperbaiki akses dan kualitas pendidikan tinggi tanpa membebani mahasiswa dengan biaya yang terlalu tinggi.

Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana menyikapi UKT yang tidak terjangkau bagi orang tua? Salah satu solusi yang diberikan pemerintah adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP), yaitu bantuan biaya pendidikan bagi lulusan SMA atau yang sederajat yang memiliki potensi akademik namun terkendala masalah finansial.

BACA JUGA:Link Website Daftar Ulang KIP Kuliah 2024, Jangan Sampai Ketinggalan!

BACA JUGA:4 Drama Korea Tentang Kisah Cinta Kuliahan, Bikin Kangen Kampus!

Bantuan KIP ini mencakup biaya kuliah antara Rp2,4 hingga Rp12 juta per semester, serta uang saku sebesar Rp800.000 hingga Rp1,4 juta per bulan.

Namun, belakangan muncul kekecewaan dari warganet terhadap gaya hidup sejumlah mahasiswa penerima KIP yang dianggap terlalu mewah di media sosial. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) juga mengkritik pengelolaan dana KIP yang dianggap terlalu tertutup, tidak transparan, dan tidak akuntabel.

Hal ini menyebabkan banyak kasus bantuan KIP yang dinilai tidak tepat sasaran. Selain itu, pendataan keluarga miskin yang tidak terintegrasi menjadi faktor lain yang membuat program ini rawan penyelewengan.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun meminta agar perguruan tinggi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam proses seleksi, melakukan penyaringan yang lebih tepat sasaran untuk penerima KIP.

Sumber: