Hukum Menerima Donor Darah dari Nonmuslim, Kenali Juga Manfaatnya dalam Islam

Hukum Menerima Donor Darah dari Nonmuslim, Kenali Juga Manfaatnya dalam Islam

Hukum Menerima Donor Darah dari Nonmuslim-Ilsutrasi/Unsplash-

RADAR JABAR – Tahukah kalian hukum menerima donor darah jika darah itu berasal dari tubuh seorang nonmuslim? Sampai sekarang, hukum donor darah dalam Islam masih menjadi perkara khilafiah atau perkara yang diperdebatkan di kalangan ahli fikih, lantaran status hukum darah masuk dalam kategori najis.

Namun, berdasarkan fatwa Nahdlatul Ulama Indonesia tahun 1941 tentang hukum transfusi darah, setidaknya ada dua status hukum yang berlaku sesuai dengan ketentuannya:

Pertama, pemindahan darah ke tubuh yang membutuhkan sebagai alternatif pengobatan hukumnya boleh karena dianggap sebagai pemberian.

Kedua, pemberian darah untuk perkara terlarang jika pemberian itu dimaksudkan untuk perkara terlarang, seperti berperang, maka hukumnya haram atau tidak diperbolehkan.

Dilansir dari laman Kementerian Agama Republik Indonesia, kalangan ulama yang tergabung dalam Darul Ifta Mesir sepakat bahwa tak ada larangan bagi seorang muslim yang sakit untuk menerima transfusi darah nonmuslim, asalkan dilakukan karena adanya kebutuhan mendesak. Para ulama menghukuminya boleh selama situasinya mendesak.

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Sahih Muslim juga menjelaskan bahwa sejatinya tubuh seorang nonmuslim adalah suci atau tidak najis. Memang ada ayat yang mengatakan bahwa nonmuslim adalah najis, tapi yang dimaksud najis pada ayat itu adalah akidahnya.

BACA JUGA:7 Jus untuk Menurunkan Gula Darah untuk Kesehatan yang Lebih Optimal, Ada Jus Tomat yang Gampang Dibuat!

Penjelasan Imam Nawawi itu bersumber dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu, yang mengatakan bahwa seorang muslim tidaklah najis baik hidup maupun matinya. Ini adalah hukum untuk orang muslim. Adapun status hukum orang kafir, maka dalam masalah suci dan najisnya, tidak berbeda dengan hukum seorang muslim, yaitu suci.

Imam Nawawi menambahkan bahwa pendapat ini adalah pendapat mazhab kami dan juga menjadi pendapat mayoritas Salaf serta khalaf. Adapun firman Allah yang berbunyi “Sesungguhnya orang yang musyrik itu najis,” maka najis itu diartikan sebagai akidahnya yang kotor, bukan anggota badan atau darahnya. Jika tubuh orang kafir dikatakan najis, maka tidak mungkin Abu Bakar menikmati segala minuman bersama dengan orang kafir.

Memang ada hadis Rasulullah yang menyebutkan bahwa, “Setiap tubuh yang tumbuh dari makanan yang haram maka api neraka lebih utama baginya” (HR. Ath-Thabrani).

Namun, maksud hadis tersebut hanyalah penegasan akan adanya larangan mengonsumsi produk makanan atau minuman yang haram dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan darah yang akan ditransfusikan.

Dalam hukum Islam sudah sangat jelas, siapa yang berbuat maka dialah yang bertanggung jawab. Dengan demikian, hadis tersebut bisa dipahami bahwa orang yang akan disiksa adalah orang yang melakukan perbuatan dosa.

Prof. Ahmad Zahro dalam bukunya yang berjudul Fikih Kontemporer menjelaskan bahwa harus dipahami jika masalah donor darah bukan ritual peribadatan melainkan masuk ke dalam wilayah sosial kemasyarakatan.

BACA JUGA:11 Jus Membantu untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi, Bagus Bagi Kesehatan!

Sumber: