Rusia Bersedia Buat Perjanjian Damai yang Jujur dengan Ukraina
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.--ANTARA/Anadolu
RADAR JABAR - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan pada hari Kamis (4/4) bahwa Moskow bersedia untuk menyusun perjanjian perdamaian secara "jujur" dengan Ukraina yang akan mempertimbangkan kepentingan keamanan Moskow.
Dalam pertemuan dengan duta besar negara-negara asing di Moskow, Lavrov mengemukakan bahwa syarat tambahan untuk perjanjian perdamaian tersebut adalah bahwa Kiev harus mengakui wilayah yang dikuasai Rusia di Ukraina.
Lavrov mengkritik rencana perdamaian 10 poin yang diajukan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai "ultimatum", yang menurutnya bertujuan untuk memaksa Rusia menyerah dan kembali ke batas perbatasan tahun 1991.
BACA JUGA:Biden Sebut Kematian Tujuh Staf World Central Kitchen adalah Suatu Kecelakaan yang Tragis
Dia juga mencatat bahwa negara-negara Barat sedang aktif mempromosikan inisiatif Zelenskyy dengan mengadakan pertemuan di Jenewa yang dihadiri oleh 140 negara, tanpa mengundang Rusia. Lavrov menuduh negara-negara Barat menggunakan taktik licik untuk mengumpulkan dukungan terhadap rencana Zelenskyy.
Lavrov menegaskan bahwa Rusia tidak akan menghalangi partisipasi negara-negara lain dalam pertemuan tersebut, sambil menambahkan bahwa mereka telah memberi tahu para duta besar tentang hal ini.
"Kami telah memberi tahu rekan-rekan kami (para duta besar) tentang segalanya," ujarnya.
BACA JUGA:Vicky Singmin Ungkap Kanada Titikberatkan Implementasi Kemitraan Strategis Dengan ASEAN
Dia menambahkan bahwa Rusia tidak memiliki kebiasaan untuk menghalangi partisipasi dalam acara yang mereka selenggarakan, seperti yang dilakukan negara-negara Barat.
"Kami tidak akan menghalangi partisipasi negara-negara lain dalam KTT tersebut, seperti yang dilakukan negara-negara Barat untuk mencoba mencegah partisipasi dalam acara yang kami selenggarakan. Kami tidak memiliki kebiasaan seperti itu," tambahnya.
Menyoroti upaya-upaya perdamaian sebelumnya, Lavrov mencatat bahwa pada Maret 2022, Rusia dan Ukraina memiliki kesempatan untuk mencapai kesepakatan di Istanbul, tetapi upaya tersebut digagalkan oleh Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan pejabat AS.
BACA JUGA:Gempa Bumi M 7,5 Dekat Taiwan Picu Peringatan Tsunami untuk Jepang, Taiwan, dan Filipina
Namun, Lavrov menyatakan bahwa situasinya telah berubah sejak saat itu, dengan "realitas teritorial" baru yang terbentuk. Dia menyatakan kesiapan Rusia untuk membuat perjanjian yang jujur, mempertimbangkan kepentingan keamanan Rusia serta negara lain, termasuk Ukraina.
Sumber: antara