Diplomat AS ke Timur Tengah untuk Mediasi Gencatan Senjata di Gaza
Orang-orang mengambil bagian dalam unjuk rasa yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza dan pembebasan sandera, di Tel Aviv, Israel (18/5)--ANTARA/Xinhua/Chen Junqing/aa
RADAR JABAR - Barbara Leaf, Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Timur Dekat, akan melakukan perjalanan ke Timur Tengah dari 8 hingga 14 Juli untuk membahas upaya gencatan senjata di Gaza, demikian disampaikan Kementerian Luar Negeri AS pada Senin (8/7).
Leaf akan mengunjungi sejumlah negara termasuk Uni Emirat Arab, Qatar, Mesir, Yordania, Israel, Tepi Barat, dan Italia.
"Dalam kunjungannya, Asisten Menteri akan bertemu dengan pejabat pemerintah untuk memajukan upaya diplomatik menuju gencatan senjata, membebaskan semua sandera, dan memastikan bantuan kemanusiaan mencapai seluruh Gaza," ujar pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri AS.
BACA JUGA:Korea Selatan Tekan Dokter Magang Mogok dengan Ancaman Kuota Berikutnya
Leaf juga akan membahas rencana pasca konflik untuk membangun perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan.
Sementara itu, Ronen Bar, Kepala Badan Keamanan Internal Israel (Shin Bet), dan William Burns, Direktur CIA AS, tiba di Mesir pada Senin untuk perundingan terkait gencatan senjata di Gaza dan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas.
David Barnea, Kepala Mossad Israel, juga dijadwalkan untuk mengunjungi Qatar pada Rabu untuk bertemu dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, Direktur CIA Burns, dan Kepala Intelijen Mesir Abbas Kamel.
BACA JUGA:NATO Khawatir Jika Joe Biden Kalah Pilpres AS, Urusan Perang di Ukarina Akan Terganggu
Perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tawanan antara Israel dan Hamas, yang dimediasi oleh AS, Qatar, dan Mesir selama berbulan-bulan, mengalami hambatan akibat penolakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap seruan untuk menghentikan konflik.
Israel telah mendapat kecaman internasional karena operasi militernya yang terus berlanjut di Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang telah mengakibatkan kematian lebih dari 38.200 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 87.900 lainnya, menurut otoritas kesehatan lokal.
BACA JUGA:Demonstran Israel Deklarasikan 'Hari Perlawanan' Terhadap Pemerintah
Sembilan bulan setelah perang, sebagian besar Gaza hancur dan menghadapi blokade yang menghambat akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Mahkamah Internasional telah menuduh Israel melakukan genosida dan memerintahkan penghentian segera operasi militer di Rafah, tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta warga Palestina yang diserang pada 6 Mei.
Sumber: antara