Kronologi Kerusuhan Dago Elos Bandung Berawal dari Polisi Tolak Laporan

Kronologi Kerusuhan Dago Elos Bandung Berawal dari Polisi Tolak Laporan

Rekaman polisi geruduk rumah warga saat kerusuhan Dago Elos Bandung-Twitter/GejayanCalling-

Bertambah banyak warga yang datang dengan membawa spanduk yang bertuliskan kalimat-kalimat seperti "Kita Belum Merdeka," "Dago Melawan," dan "Tanah untuk Rakyat."

Meskipun sudah malam, hingga saat itu, Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Kota Besar Bandung (Satreskrim Polrestabes Bandung) masih belum dapat menyusun Laporan Polisi.

Ini disebabkan oleh pandangan bahwa persyaratan yang diperlukan untuk laporan belum dipenuhi oleh warga Dago atau masih terdapat kekurangan bukti yang cukup.

Sekitar pukul 20.00 WIB, aparat keamanan mulai melancarkan tindakan represif untuk membubarkan para demonstran. Video-video yang merekam aksi represif dari aparat keamanan mulai tersebar di media sosial.

"Situasi Dago Elos semakin memanas. Aparat dengan persenjataan lengkap memaksa warga untuk mundur," tulis akun BandungBergerakID.

Awal Sengketa

Sengketa berawal dari daerah sekitar apartemen mewah The Maj Dago, yang terletak di Kecamatan Coblong, Kota Bandung, dimulai sekitar bulan November 2016.

Pada waktu tersebut, tanpa diduga, warga mendapat tuntutan hukum dari generasi keempat keluarga Muller, yang mengklaim sebagai ahli waris lahan seluas 6,3 hektar yang mencakup wilayah permukiman Dago Elos-Cirapuhan.

Tuntutan ini diajukan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung oleh empat individu yang bernama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller, dan perusahaan PT Dago Inti Graha. Mereka menyatakan memiliki bukti Eigendom Verponding, sebuah surat kepemilikan tanah dari era Hindia Belanda, yang diwariskan oleh kakek mereka, George Henrik Muller.

Hak kepemilikan ini kemudian dialihkan kepada PT Dago Inti Graha pada tanggal 1 Agustus 2016, melalui direktur utamanya, Orie August Chandra. Pada tanggal 24 Agustus 2017, majelis hakim di PN Bandung memutuskan untuk memenangkan gugatan yang diajukan oleh keluarga Muller.

Beberapa bukti yang diajukan oleh warga dibantah dan dianggap tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mendukung klaim hak atas tanah tersebut.

“Para Penggugat telah berhasil membuktikan riwayat asal usul kepemilikan tanah objek gugatan a quo menurut hukum pertanahan, Para Penggugat berhak untuk mengajukan permohonan hak kepada Kantor Pertanahan Nasional,” dikutip menurut salinan putusan Nomor 454/PDT.G/2016/PN.Bdg.

Dengan bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, warga memutuskan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.

Pada waktu itu, majelis hakim yang terdiri dari hakim ketua Arwan Byrin, hakim anggota Achmad Sobari, dan Ridwan Ramli, mengumumkan keputusan mereka pada tanggal 5 Februari 2018. Namun, hasilnya tetap tidak menguntungkan bagi warga.

Setelah itu, warga memilih untuk mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dengan harapan bahwa pengadilan bisa membatalkan keputusan sebelumnya dari PN Bandung dan Pengadilan Tinggi Bandung.

Pada tanggal 29 Oktober 2019, menjadi titik bersejarah bagi warga Elos. Majelis hakim di MA, yang terdiri dari hakim ketua Yakup Ginting dan hakim anggota Ibrahim serta Yunus Wahab, memutuskan untuk mengabulkan permohonan warga.

Sumber: