Masa Tanggap Darurat Dinilai Gagal, PSDK Kabupaten Bandung Soroti Kinerja BPBD

Masa Tanggap Darurat Dinilai Gagal, PSDK Kabupaten Bandung Soroti Kinerja BPBD

Ilustrasi bencana banjir-Yusuf-Istimewa

"Menyayangkan juga DPRD Kabupaten Bandung karena lemah dalam melakukan pengawasan terhadap implementasi tanggap darurat," sesalnya. 

Pada Masa Tanggap Darurat Bencana, OPD yang diikutsertakan BPBD hanya Dinsos (Dinas Sosial), Dishub (Dinas Perhubungan, dan Damkar (Pemadam Kebakaran). 

BACA JUGA:Ciptakan Suasana Kondusif Pasca Pilkada Serentak 2024, Polri Terus Gelar Sosialisasi dan Antisipasi

BACA JUGA:Bocah yang Tenggelam di Sungai Cisungalah Paseh Ditemukan, Polisi: Keluarga Tolak Otopsi

Sedangkan OPD yang jelas berkaitan dengan luapan sungai serta tumpukan sampah sampai akhirnya terjadi banjir yakni DLH (Dinas Lingkungan Hidup), juga terkait kesehatan korban yakni Dinkes (Dinas Kesehatan) justru tak diikutsertakan.

"Pada saat anggaran sudah dikeluarkan dari Belanja Tidak Terduga (BTT), DPRD tidak melakukan monitoring dan evalusi atas penggunaan anggaran tersebut," ucap Ajang. 

Ia menekankan, para perangkat daerah harus turut terlibat dalam tanggap darurat, sehingga pelayanan bagi masyarakat dapat dilakukan secara optimal, bukan hanya turun pada saat pemimpin daerah seperti Bupati Bandung atau Pj Gubernur sedang melakukan kunjungan lapangan saja.

"Kami menduga bahwa bencana hidrometeorologi yang terjadi bukan hanya karena akibat curah hujan yang tinggi, tetapi karena banyaknya lahan kritis dan massifnya alih fungsi lahan," paparnya. 

BACA JUGA:Polisi Klarifikasi Kasus Pengamen Viral Bertengkar dengan Sopir Angkot di Cileunyi

BACA JUGA:Pasca Pilkada 2024, Masyarakat Harus Jalin Kembali Persatuan dan Kesatuan

Ajang menuturkan, hal tersebut merujuk pada riset tahun 2020 lalu dari Safarina bersama gabungan peneliti Teknik Sipil dan Teknik Geodesi Geomatika ITB, serta Teknik Sipil Unjani. 

"Mereka mengatakan bahwa luapan Sungai Citarum pada Cekungan Bandung disebabkan karena alih fungsi lahan pada area hulu Sungai Citarum," terangnya. 

Ajang menerangkan, ketika tanggul Sungai Cisunggalah jebol pada 21 November 2024 lalu, banjir tidak hanya air tetapi bersamaan dengan lumpur dan catang (akar pohon bambu).

"Hal ini menunjukkan kondisi lahan kritis di hulu yang semakin parah," pungkasnya.*** (ysp)

Sumber: