Fenomena Kerasukan Menurut Psikologi dan Pandangan Agama

Fenomena Kerasukan Menurut Psikologi dan Pandangan Agama

Fenomena Kerasukan Menurut Psikologi dan Agama-RJ-

Pandangan Islam tentang Kerasukan

Dalam Islam, jin memang disebutkan bisa mengganggu manusia, seperti menggoda atau memberikan rasa was-was. Namun, tidak semua gangguan yang dialami manusia dapat dianggap sebagai kerasukan. Banyak kesalahpahaman yang muncul, terutama di Indonesia, di mana fenomena "kerasukan arwah gentayangan" sering dikaitkan dengan roh orang mati yang dianggap berkeliaran.

Padahal, dalam ajaran Islam, roh orang mati tidak bisa gentayangan. Mereka akan menghadapi kehidupan setelah mati, seperti disiksa di dalam kubur jika semasa hidupnya banyak melakukan maksiat. Pemahaman ini jelas bertentangan dengan konsep "arwah gentayangan" yang sering dipopulerkan oleh cerita-cerita mistis, acara TV, atau film horor fiktif. Semua ini secara tidak langsung memengaruhi alam bawah sadar kita sejak kecil.

Refleksi sebagai Seorang Muslim

BACA JUGA:5 Ciri-Ciri Orang Mudah Tersinggung Menurut Psikologi

BACA JUGA:8 Tips Agar Tetap Awet Muda Menurut Psikologis

Sebagai umat Muslim, penting untuk memahami bahwa pada Hari Kiamat, setiap individu bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan di dunia. Tidak ada ruang untuk menyalahkan pihak lain, termasuk jin. Misalnya, ketika seseorang berkata, “Ya Allah, aku berbuat dosa karena jin,” itu tidak bisa diterima.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda bahwa setan menyusup ke dalam diri manusia melalui aliran darah. Namun, di mana letak pertobatan atau pengakuan dosa jika kita terus-menerus mencari kambing hitam atas kesalahan yang kita perbuat?

Pada Surah An-Nas ayat 6, melalui tafsir Hasan Al-Basri dan Ibnu Qayyim Al-Jauzi, disebutkan bahwa setan itu ada dari golongan jin dan juga manusia. Hal ini menjelaskan mengapa, bahkan di bulan Ramadan saat setan dari golongan jin dirantai, masih ada orang-orang yang bermaksiat. Bisa jadi, mereka adalah "setan" dari golongan manusia.

Jadi, menyalahkan jin atas dosa manusia bukanlah hal yang bijak. Kita perlu ingat bahwa sebagian dari jin ada yang taat kepada Allah, sehingga mereka juga tidak layak dijadikan kambing hitam.

Iman kepada Hal Gaib dengan Bijak

Sebagai seorang Muslim, kita wajib beriman kepada hal gaib. Namun, bukan berarti kita menerima semua cerita yang tidak berlandaskan dalil atau bukti yang jelas. Penting untuk tetap kritis dan tidak menyalahgunakan akidah untuk membenarkan mitos atau kepercayaan yang tidak berdasar.

Hal ini juga menjadi pembelajaran untuk tidak mudah percaya kepada praktik perdukunan atau orang-orang yang mengklaim mampu memerintah jin. Kita harus kembali kepada ajaran Islam yang murni, yang menekankan pentingnya logika dan dalil dalam memahami fenomena kehidupan.

Sumber: