Kabar Dugaan Praktik Beras Oplosan, Warga: Percuma Spend Money Lebih

Kabar Dugaan Praktik Beras Oplosan, Warga: Percuma Spend Money Lebih

-ilustrasi-(Sumber Gambar : Pixabay/ allybally4b)

RADAR JABAR - Masyarakat mengaku khawatir membeli beras karena adanya kasus praktik beras oplosan. Kasus tersebut, mencuat ke publik dari hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan).

Fernanda (24) mengatakan, dirinya merasa tertipu karena telah mengeluarkan uang lebih untuk mendapatkan beras dengan kualitas yang terjamin.

"Khawatir? tentu iyaa. Kita sengaja spend money lebih buat dapet beras yang diharap terjamin dong kualitasnya, ternyata kan dicurangin," kata Fernanda, pada Rabu (16/7/2025).

Ia menutur, bakal meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus praktik kecurangan pada bahan pokok. Dia melanjutkan, merasa kurang berkenan memberi uang kepada perusahaan yang tidak jujur dalam berniaga.

"Iya dong, najis gua ngasih duit buat perusahaan gak jujur," tuturnya.

Sebagai informasi, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri sedang melakukan pemeriksaan terhadap empat produsen beras yang diduga menerapkan praktik beras oplosan.

BACA JUGA:Dua Orang yang Cekcok Bawa Senpi dan Sajam dengan Pria Paruh Baya di Cigudeg Bogor Jadi Tersangka

BACA JUGA:Redam Gejolak Harga, Pemprov Jateng Gulirkan Gerakan Pangan Murah di 10 Daerah

Empat perusahaan itu yakni, Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Diketahui, Kementan bersama Satgas Pangan menemukan 212 merk beras yang diduga hasil praktik oplosan. Modusnya yakni, mengklaim beras biasa sebagai beras belabel premium ataupun medium.

Tak hanya itu, modus pelabelan juga dilakukan yaitu, memberikan label berat yang tidak sesuai isi.

Kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, sebanyak 86 persen produk terbukti mencantumkan label palsu.

"Bahkan ada kemasan yang memuat 5 kilogram, padahal isinya hanya 4,5 kilogram. Kalau emas ditulis 24 karat padahal hanya 18 karat, itu penipuan, sangat merugikan masyarakat," kata Andi, pada Sabtu (12/7) lalu.

Sumber: