Netanyahu Isyaratkan Israel Bisa Serang Kembali Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata

Netanyahu Isyaratkan Israel Bisa Serang Kembali Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata

Netanyahu --Antaranews.com

RADAR JABAR - Pada Kamis (28/11), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan peringatan terkait kemungkinan dimulainya "perang intensif" jika perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani dengan Lebanon sehari sebelumnya dilanggar.

Netanyahu menegaskan, "Jika kesepakatan dilanggar, kita akan tingkatkan menjadi perang intensif," dalam wawancara dengan saluran televisi Israel, Channel 12.

Dia juga menyatakan bahwa meskipun ada gencatan senjata, ia tidak menganggap perang telah berakhir. “Saya menyebutnya sebagai gencatan senjata karena saya tidak mengumumkan bahwa perang sudah selesai,” tambahnya.

Pemerintah Lebanon sebelumnya mengungkapkan bahwa Israel telah melakukan sejumlah pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sejak hari Rabu lalu. Dalam perjanjian tersebut, Israel seharusnya mulai menarik pasukannya secara bertahap dari wilayah selatan perbatasan yang dikenal sebagai Garis Biru.

BACA JUGA:Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di London Tuntut Embargo Senjata ke Israel

BACA JUGA:Claudia Sheinbaum dan Donald Trump Bahas Kerja Sama Migrasi dan Tarif Perdagangan

Sementara itu, pasukan Lebanon diharapkan untuk mulai ditempatkan di wilayah selatan Lebanon dalam jangka waktu 60 hari setelahnya.

Proses pelaksanaan perjanjian gencatan senjata ini akan dipantau oleh Amerika Serikat dan Prancis, yang berperan sebagai pengawas untuk memastikan kedua pihak mematuhi ketentuan yang telah disepakati.

Namun, meskipun kesepakatan ini telah dibuat, otoritas Lebanon melaporkan bahwa lebih dari 3.960 orang telah kehilangan nyawa dan lebih dari 16.500 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan militer Israel yang terus berlangsung di Lebanon.

Selain itu, lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi akibat dampak dari konflik ini yang dimulai sejak Oktober tahun lalu.

Kondisi ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan di wilayah tersebut, di mana banyak warga sipil yang kehilangan tempat tinggal dan kehidupan normal mereka akibat kekerasan yang terus berlanjut.

 

Sumber: