DPR Fokus pada RUU EBET untuk Dorong Pengembangan Energi Berkelanjutan

DPR Fokus pada RUU EBET untuk Dorong Pengembangan Energi Berkelanjutan

DPR Fokus pada RUU EBET untuk Dorong Pengembangan Energi Berkelanjutan --(Sumber Gambar : Antara)

RADAR JABAR - Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti, menyoroti pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.

Dalam diskusi di International Sustainability Forum (ISF) 2024, Dyah menjelaskan bahwa UU ini akan membantu menciptakan "playing field" yang setara di sektor energi, terutama dengan memberikan insentif bagi pengembangan energi berkelanjutan.

Dyah Roro mengungkapkan, meskipun transisi energi sudah menjadi fokus selama empat tahun terakhir, masih banyak tantangan yang harus dihadapi.

Salah satu tujuan utama UU EBET adalah menciptakan "even playing field" antara energi fosil dan energi baru maupun terbarukan. Saat ini, mayoritas energi di Indonesia masih berbasis fosil, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara. Dengan adanya UU EBET, diharapkan energi terbarukan bisa lebih kompetitif melalui berbagai insentif.

 

BACA JUGA:Anggota DPR RI Antusias Sambut Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia

BACA JUGA:Peresmian Daftar Nama Anggota DPRD Kabupaten Bogor Tahun 2024-2029 Telah Dilakukan

 

"Kami ingin agar renewable energy ataupun new energy itu mempunyai even playing field di ranah energi kita," ujar Dyah Roro dalam sesi pleno ISF 2024 di Jakarta. "Undang-undang ini diharapkan mampu menciptakan playing field yang bisa even (setara), dengan cara kita memberikan insentif untuk energi berkelanjutan."

Meski sudah menjadi agenda utama Komisi VII, pembahasan RUU EBET menghadapi berbagai tantangan, seperti isu Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan skema penyaluran listrik swasta atau power wheeling.

TKDN merupakan kebijakan yang mendorong penggunaan komponen dalam negeri dalam proyek-proyek energi, sementara power wheeling memungkinkan produsen listrik independen mengalirkan listrik mereka melalui jaringan negara tanpa harus menjualnya langsung ke PLN. Kedua isu ini masih memerlukan diskusi lebih lanjut agar bisa diterapkan dengan optimal.

Dyah Roro juga menyatakan bahwa jika UU ini tidak bisa disahkan pada tahun ini, maka akan ada rencana untuk mengalihkan (carry over) pembahasan UU ini ke tahun berikutnya atau ke periode berikut.

 

BACA JUGA: DPR Setujui Tambahan Anggaran Rp9 Triliun untuk Kementerian Sosial pada 2025

Sumber: beranda antara