Orang Indonesia Bukan Nasionalis, Tapi 'Overproud' Narsistik

Orang Indonesia Bukan Nasionalis, Tapi 'Overproud' Narsistik

Orang Indonesia Bukan Nasionalis, Tapi Overproud-Unsplash/edited-

Narsisis merasa dirinya pusat dari lingkaran sosial, sementara orang dengan harga diri merasa dekat dengan lingkaran sosial. Sederhananya, seorang narsis melihat hubungan sosial sebagai kompetisi, sementara orang dengan harga diri melihatnya sebagai kolaborasi.

Kompetisi dan penghargaan memang penting, tapi obsesi pada keduanya justru menjadi masalah. Kuncinya adalah keseimbangan. Harga diri bukan hanya tumbuh dari validasi pihak eksternal, melainkan juga validasi internal.

Salah satu faktor penting dalam harga diri adalah kompetensi, perasaan bahwa kita memiliki kemampuan dalam melakukan suatu hal. Kompetensi ini dibangun dari hal yang membosankan: ketelitian dan ketekunan pada suatu bidang. Seniman menyebutnya sebagai dedikasi pada pekerjaan.

Fokusnya dari dedikasi ini bukanlah pengakuan orang lain, melainkan rasa penasaran, eksplorasi, dan keinginan untuk berkontribusi pada komunitas. Pengakuan dan penghargaan hanyalah efek samping, bukan tujuan.

Dengan demikian, harga diri Indonesia bukan terletak pada seberapa banyak orang yang marah ketika Indonesia disinggung, melainkan kemampuan untuk menangkap dan merefleksikan kritik, serta menertawakan sisanya.

Nasionalisme tidak terletak pada kesiapan kita membela negara dari caci maki. Nasionalisme terletak pada kemampuan untuk mengakui kegagalan, belajar dari hal itu, dan tumbuh dari pengalaman tersebut.

Sumber: remotivi