Mendorong Perubahan dari Lingkungan RT: ISWMP Ajak Kabupaten Bandung Barat Memilah Dari Sumber

Mendorong Perubahan dari Lingkungan RT: ISWMP Ajak Kabupaten Bandung Barat Memilah Dari Sumber

Mendorong Perubahan dari Lingkungan RT: ISWMP Ajak Kabupaten Bandung Barat Memilah Dari Sumber--

RADAR JABAR, Bandung–Kabupaten Bandung Barat tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah. Peningkatan volume sampah yang sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi tidak diimbangi dengan sistem pengelolaan yang memadai.

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti, yang selama ini menjadi lokasi pembuangan utama, kini telah melebihi kapasitas.

Ketika terjadi gangguan operasional di TPA tersebut, proses distribusi dan pengangkutan sampah menjadi terhambat, sehingga menyebabkan penumpukan sampah di berbagai titik dan menimbulkan dampak lingkungan maupun sosial yang signifikan.

Sebagai catatan penting, meskipun TPA Sarimukti berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB), namun statusnya adalah TPA regional yang berada di bawah kewenangan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat. Artinya, KBB sejatinya tidak memiliki TPA sampah sendiri, sehingga seluruh ketergantungan pada Sarimukti semakin memperumit persoalan saat muncul kendala di lapangan.

Kondisi ini menggambarkan adanya masalah pada lima aspek utama:

  1. Teknologi dan Infrastruktur: Minimnya fasilitas pengolahan yang berfungsi dengan baik seperti TPS3R, sarana pemilahan, dan sistem pengumpulan yang efisien.
  2. Kelembagaan dan Tata Kelola: Belum optimalnya koordinasi antar pihak, termasuk dinas, desa, dan RT/RW.
  3. Pendanaan dan Insentif: Keterbatasan alokasi dana serta belum adanya mekanisme insentif untuk warga yang memilah.
  4. Peran Serta Masyarakat: Rendahnya kesadaran dan kebiasaan memilah sampah dari sumber.
  5. Kebijakan dan Regulasi: Meskipun telah terbentuk beberapa aturan pemerintah daerah, namun masih menghadapi kendala dalam penerapannya. Meskipun telah terbentuk beberapa aturan pemerintah daerah, namun masih menghadapi kendala dalam penerapannya

Sistem yang masih berorientasi pada pendekatan “kumpul-angkut-buang” tanpa pemilahan dari sumber membuat volume sampah sulit dikendalikan.

Di sisi lain, pemerintah daerah terus berupaya mencari peluang di balik tantangan ini, khususnya terkait komposisi sampah yang dihasilkan masyarakat. “Persoalan utama di Bandung Barat adalah dominasi sampah plastik yang sulit terurai.

Kami memandang masalah ini bukan sebagai beban, melainkan peluang untuk menciptakan inovasi dan manfaat ekonomi dari pengelolaan sampah,” ujar Jeje Ritchie Ismail, Bupati Kabupaten Bandung Barat.

 

 

BACA JUGA:Kesederhanaan Tidak Mengurangi Kehidmatan Upacara HUT RI ke-80 di RW 06 Desa Padaasih Kabupaten Bandung Barat

BACA JUGA:Jeje Govinda dan Asep Ismail Raih Suara Terbanyak di Pilkada Bandung Barat 2024

 

ISWMP Hadir Menjawab Tantangan 

Melalui Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP), pemerintah pusat bersama Bank Dunia berupaya memperbaiki sistem pengelolaan sampah. Salah satu kegiatan di bidang peran serta masyarakat adalah: Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM), yang fokus pada kampanye untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam mengelola sampah di tingkat rumah tangga.

Namun, perubahan perilaku tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan kebijakan dan sistem yang kokoh. Di sinilah peran pemerintah, baik pusat maupun daerah, menjadi sangat penting.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memperkuat sisi tata kelola dengan mendorong lahirnya regulasi daerah yang selaras dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, serta memastikan isu persampahan terintegrasi dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di daerah bergerak lebih teknis: menyediakan sarana pemilahan, melatih warga soal komposting, hingga melakukan edukasi rumah ke rumah bersama karang taruna, kader posyandu, dan fasilitator lapangan.

Dengan kombinasi perubahan perilaku di tingkat warga, tata kelola yang kuat, dan implementasi teknis yang berkelanjutan, target pengelolaan sampah nasional bukan lagi sekadar wacana, melainkan tujuan yang nyata untuk dicapai.

Kabupaten Bandung Barat: Pilot Project di Desa Cikahuripan dan Citapen 

Dua RT di Kabupaten Bandung Barat — RT 02 RW 10 Desa Cikahuripan, Kecamatan Lembang, dan RT 05 RW 13 Desa Citapen, Kecamatan Cihampelas — kini menjadi bukti bahwa perubahan pengelolaan sampah dapat dimulai dari level komunitas terkecil.

Pemilihan kedua wilayah ini bukan tanpa alasan. Keduanya sudah memiliki embrio kegiatan pemilahan sebelumnya, mendapat dukungan tokoh lokal yang kuat, dan dinilai representatif dari sisi tantangan maupun potensi. Kondisi tersebut menjadi modal awal untuk menjalankan Program Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) di bawah payung ISWMP.

Sejak awal 2024, pendekatan yang digunakan adalah berbasis komunitas dan partisipatif. Karang Taruna dan kader lokal tidak sekadar menjadi pelaksana, tetapi juga motor penggerak edukasi warga. Mereka turun langsung ke rumah-rumah, menjelaskan pentingnya memilah sampah dari sumber, serta membimbing praktik komposting sederhana untuk mengolah sampah organik.

Intervensi utama yang dilakukan meliputi penyediaan alat pemilahan di setiap rumah, pelatihan teknis pengelolaan sampah organik dan anorganik, serta pembentukan tim pengelola di tingkat RT yang bertanggung jawab atas penimbangan, pencatatan, dan distribusi sampah ke pengepul atau komposter.

 

Dampak Positif: Capaian Signifikan dalam 2 Bulan

Dua bulan pendampingan yaitu selama periode Januari-Februari 2025, membuahkan hasil nyata. Jumlah rumah tangga yang memilah meningkat drastis:

 

Lokasi

Jumlah KK di Pilot Project

Jumlah KK Memilah Sebelum Pilot Project

Jumlah KK Memilah Setelah Pilot Project

Capaian

Cikahuripan

46 KK

10 KK

46 KK

100%

Citapen

75 KK

12 KK

60 KK

80%

 

Pengurangan sampah tercatat signifikan: rata-rata pengurangan sekitar 49–52 kg per pengangkutan untuk sampah organik, dan 10–20 kg untuk sampah daur ulang di masing-masing wilayah. Keberhasilan ini turut didukung para offtaker seperti bank sampah dan rumah maggot, serta adanya komitmen RT dan dukungan dari DLH Kabupaten Bandung Barat.

Warga mulai memanfaatkan hasil pilahan untuk pengomposan mandiri atau dijual ke bank sampah dan pengelola maggot. Infrastruktur dasar seperti ember pilah, spanduk edukasi, dan logbook pencatatan disediakan melalui dukungan program.

“Pemilahan sampah adalah kunci agar sampah dapat dikelola dengan baik. Dengan sampah yang terpilah, maka sampah dapat diolah lebih lanjut, misalnya sampah organik menjadi kompos, sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi produk yang berguna.

Sehingga hanya residu yang dibuang ke TPA. Jika ini terjadi, sampah yang diangkut ke TPA akan berkurang dan usia TPA akan lebih panjang” ujar Sandhi Eko Bramono, Ph.D, Ketua CPMU ISWMP. 

Kolaborasi Jadi Kunci

Keberhasilan Pilot project pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung Barat tidak lepas dari kolaborasi berbagai pihak yang terlibat secara aktif. Mulai dari fasilitator lapangan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), pemerintah desa, kader posyandu, hingga Puskesmas, semuanya berperan penting dalam mendukung perubahan perilaku masyarakat.

Dari sisi sarana, intervensi ISWMP menyediakan berbagai dukungan seperti ember pilah, timbangan sampah, spanduk edukasi, serta insentif sosial berupa stiker sebagai bentuk apresiasi kepada warga yang berpartisipasi aktif.

Seluruh kegiatan dilakukan secara berbasis data dan disertai pemantauan rutin untuk memastikan keberlanjutan program. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi kunci keberhasilan dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang partisipatif, terukur, dan berdampak nyata bagi lingkungan serta kesehatan masyarakat.

Dampak Langsung dan Potensi Replikasi

Implementasi program pengelolaan sampah berbasis sumber kini mulai menunjukkan dampak nyata di masyarakat. Warga telah memiliki sistem pemilahan yang sederhana namun efektif, didukung dengan infrastruktur dasar seperti ember pilah dan sarana edukasi yang memadai.

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemilahan sampah juga terus meningkat, dan nilai ekonomi dari sampah mulai tergali. Volume sampah residu yang dikirim ke TPA pun menurun secara signifikan, sehingga ketergantungan pada TPA dapat dikurangi.

Model ini memiliki potensi besar untuk direplikasi di wilayah lain dengan prinsip mudah, murah, dan partisipatif. Pendekatan kawasan dan semangat gotong royong menjadi kunci dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efisien dan berkelanjutan.

Selain mengurangi beban TPA, hasil pemilahan sampah juga dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh TPS3R atau offtaker seperti pengelola maggot dan bank sampah, yang pada akhirnya membuka peluang ekonomi sirkular di tingkat komunitas. Jika didukung secara konsisten oleh semua pihak, model ini dapat menjadi solusi nyata bagi tantangan pengelolaan sampah di daerah.

Pelajaran Penting: Edukasi Tatap Muka Bersama Komunitas Lokal, Efektif Mendorong Perubahan

 

Salah satu pelajaran berharga dari implementasi program pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung Barat adalah pentingnya pendekatan personal dalam edukasi.

Warga cenderung lebih responsif terhadap sosialisasi yang dilakukan secara langsung, terutama ketika disampaikan oleh tokoh-tokoh yang mereka kenal dan percaya, seperti kader posyandu, pemuda Karang Taruna, atau perangkat desa setempat. Kehadiran figur lokal ini tidak hanya memperkuat pesan yang disampaikan, tetapi juga membangun rasa memiliki dan tanggung jawab kolektif terhadap perubahan perilaku.

Meski masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti keterbatasan lahan untuk pengolahan dan harapan masyarakat terhadap insentif material, keberhasilan yang dicapai menunjukkan bahwa pendekatan berbasis komunitas memiliki dampak yang nyata.

Proses perubahan tidak selalu membutuhkan teknologi tinggi, tetapi membutuhkan kehadiran, ketelatenan, dan komunikasi yang dekat dengan masyarakat. Dengan membangun kepercayaan dan partisipasi aktif warga, upaya pengelolaan sampah berkelanjutan menjadi lebih mungkin untuk diwujudkan.

 

Perubahan Dimulai dari Rumah Tangga, Diperkuat oleh Data

Cerita sukses dari Desa Cikahuripan dan Citapen menjadi bukti bahwa perubahan menuju pengelolaan sampah yang berkelanjutan dapat dimulai dari skala terkecil, yaitu rumah tangga. Dalam kurun waktu hanya dua bulan, tingkat partisipasi warga dalam memilah sampah meningkat pesat—mencapai 100% di salah satu RT di Desa Cikahuripan, dan 80% di salah satu RT di Desa Citapen.

Dampaknya pun langsung terasa; sampah yang sebelumnya menumpuk, kini berkurang hingga puluhan kilogram setiap kali pengangkutan dilakukan.

Data menjadi pondasi penting dalam mendorong efektivitas program ini. Penimbangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat, menyediakan angka-angka akurat yang mengandung banyak makna jika dianalisis  bersama warga setempat.

Namun angka-angka tersebut hanya akan menjadi data semata, jika tidak diikuti diskusi mendalam antara fasilitator dan warga tentang kemana masing-masing jenis sampah harus tersalurkan ke off taker, siapa saja off taker yang ada di lingkungan warga.

Pembahasan hal-hal ini bersama warga, menjadi kunci pemanfaatan logbook sampah.Jika satu RT saja mampu mengurangi hampir 50 kg sampah organik dalam satu kali angkut, maka potensi dampak yang bisa dihasilkan ketika model ini direplikasi di seluruh kawasan sangatlah besar.

Inilah saat yang tepat untuk memperluas jangkauan, memperkuat dukungan, dan melanjutkan gerakan perubahan dari rumah ke rumah, dari desa ke desa, hingga menjadi budaya kolektif.

Sebagai catatan, meskipun TPA Sarimukti terletak di wilayah KBB, namun TPA Sarimukti merupakan TPA regional, di bawah DLH Propins Jawa Barat. KBB tidak memiliki TPA Sampah sendiri.

Sumber: