Kejagung Ungkap Kasus Korupsi Impor Gula yang Jerat Tom Lembong

Kejagung Ungkap Kasus Korupsi Impor Gula yang Jerat Tom Lembong

Kejagung Ungkap Kasus Korupsi Impor Gula yang Jerat Tom Lembong--Antara

RADAR JABAR- Kejaksaan Agung mengungkap dugaan tindak pidana korupsi terkait kegiatan impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2023 yang melibatkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa malam, menjelaskan bahwa keterlibatan Tom Lembong dimulai sejak rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 yang menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor.

Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan saat itu justru memberikan izin impor gula.

"Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," ujarnya pada awak media yang dilansir dari laman Antara.

Izin impor yang dikeluarkan Tom Lembong ini tidak melalui koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi dari kementerian lain untuk mengetahui kebutuhan gula dalam negeri secara pasti.

Qohar menambahkan, sesuai aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, impor gula kristal putih hanya boleh dilakukan oleh perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).

Pada 28 Desember 2015, rapat koordinasi ekonomi menyatakan bahwa Indonesia diprediksi akan kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton pada 2016.

Untuk menjaga stabilitas harga gula dan pemenuhan stok, dari November hingga Desember 2015, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), CS, menginstruksikan bawahannya untuk bertemu dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula, termasuk PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.

Delapan perusahaan ini mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, meskipun izin yang mereka miliki hanya untuk pengolahan gula rafinasi.

Sesuai ketentuan, impor gula untuk kebutuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya berupa gula kristal putih dan hanya dilakukan oleh BUMN. Namun, yang diimpor adalah gula kristal mentah.

PT PPI kemudian dianggap membeli gula tersebut, padahal gula itu dijual delapan perusahaan tadi kepada masyarakat melalui distributor terkait dengan harga Rp16.000 per kilogram, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram, dan tidak dilakukan operasi pasar.

"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih ini, PT PPI memperoleh fee sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah gula tadi," ujarnya.

Akibat tindakannya tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp400 miliar. Tom Lembong danCS pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Sumber: