Dapat Rapor Merah, Ini 5 Regulasi yang Diubah Era Jokowi
5 Undang-Undang yang Diubah Era Jokowi-RJ-
Jadi, jika TikTok membiarkan konten yang mengganggu masyarakat tayang di platformnya, TikTok bisa dikenakan denda. Bayangkan jika Anda menjadi TikTok; daripada dikenakan denda, lebih baik menghapus konten tersebut, kan?
Masalahnya adalah penilaian mengenai konten yang dianggap meresahkan sepenuhnya bergantung pada Kominfo sendiri, padahal Kominfo tampaknya yang lebih meresahkan kita semua.
4. Wewenang KPI
Di samping regulasi yang sudah berlaku, terdapat juga beberapa regulasi bermasalah yang masih dalam proses. Pertama adalah RUU Penyiaran. Dalam regulasi ini, KPI diberikan wewenang yang sangat luas. KPI tidak hanya mengatur televisi, tetapi juga dapat mengatur konten di platform digital.
BACA JUGA:Presiden Jokowi dan Menteri AHY Terima Brevet Kehormatan Hiu Kencana dari TNI AL
BACA JUGA:Jokowi Resmikan Groundbreaking Proyek Resor Mewah Senilai Rp300 Miliar di IKN
Selain itu, karena adanya peraturan ini, KPI juga berwenang memberikan label pada konten yang layak dan tidak layak tayang di platform digital. Masalahnya, KPI tidak layak memiliki wewenang ini, terutama terkait larangan terhadap produk jurnalisme investigatif yang dianggap sudah tidak masuk akal.
Biarkan urusan jurnalistik diatur oleh Dewan Pers, mengapa KPI juga harus terlibat? RUU Penyiaran juga mengandung pasal-pasal yang parameter dan kriterianya tidak jelas serta bersifat diskriminatif.
Misalnya, ada pelarangan terhadap konten yang mengandung perilaku negatif tanpa penjelasan yang memadai, serta larangan terhadap konten yang menyajikan perilaku LGBT dan sebagainya.
5. RUU Polri
Jika RUU Polri ini benar-benar disahkan, polisi akan memiliki wewenang untuk memblokir, memutus, dan memperlambat akses internet. Mereka juga akan diberi wewenang untuk membina, mengawasi, dan mengamankan ruang siber, yang dapat menjadi landasan bagi pengawasan yang berlebihan.
Biasanya, perdebatan mengenai aturan di ruang digital memaksa kita untuk memilih antara melindungi hak atau menjamin keamanan. Namun, jika kita melihat pengaturan ruang digital di Indonesia, kedua aspek tersebut tidak dipilih oleh pemerintah.
Hak kebebasan berpendapat terancam, sementara keamanan juga tidak terjamin. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Tugas kita adalah memperjuangkan keduanya: menciptakan ruang digital yang menghargai hak berpendapat sekaligus melindungi warga.
Sumber: