26 Tahun Reformasi: Mengapa Demokrasi Masih Harus Diperjuangkan?

26 Tahun Reformasi: Mengapa Demokrasi Masih Harus Diperjuangkan?

Demokrasi didepan gedung DPRD Jawa Barat--Antaranews.com

RADAR JABAR – Tepat 26 tahun lalu, Indonesia mengalami salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan bangsanya, yaitu Reformasi 1998. Gerakan ini berhasil menggulingkan rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade.

Reformasi menjadi titik balik bagi bangsa Indonesia dalam mengupayakan kebebasan politik, penegakan hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. 

Namun, setelah lebih dari dua dekade, pertanyaan yang muncul adalah: Mengapa demokrasi masih harus diperjuangkan di Indonesia?

Reformasi: Awal dari Perubahan Besar

Reformasi 1998 menjadi simbol perjuangan rakyat Indonesia dalam mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya. Rezim Orde Baru yang otoriter dan korup berhasil ditumbangkan melalui gerakan massa yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, dari mahasiswa, aktivis, hingga masyarakat umum.

BACA JUGA:Ini 3 Alasan Gen Z Harus Melek Politik, Simak Penjelasannya Yuk!

BACA JUGA:Sejarah dan Fakta Bambu Runcing, Senjata Tradisional Mematikan di Masa Penjajahan

Hasil dari reformasi tersebut antara lain adalah pembatasan kekuasaan presiden, pemilihan umum yang lebih bebas dan adil, serta desentralisasi kekuasaan kepada pemerintah daerah.

Namun, reformasi juga mewariskan tantangan yang tidak mudah diatasi. Demokrasi yang baru tumbuh ini harus menghadapi berbagai ujian, baik dari dalam maupun luar. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga agar semangat reformasi tetap hidup di tengah dinamika politik yang terus berubah.

Mengapa Demokrasi Masih Harus Diperjuangkan?

1. Ancaman Otoritarianisme Baru

Meskipun Indonesia kini telah menikmati kebebasan politik yang lebih besar dibandingkan era Orde Baru, ancaman otoritarianisme belum sepenuhnya hilang. Seiring dengan meningkatnya populisme dan politik identitas, ada kekhawatiran bahwa demokrasi Indonesia bisa tergelincir kembali ke arah otoritarianisme.

Beberapa politisi dan kelompok tertentu kadang-kadang memanfaatkan sentimen agama, etnis, dan nasionalisme untuk meraih kekuasaan, yang pada akhirnya bisa mengancam prinsip-prinsip demokrasi.

BACA JUGA:Bukan Ferdinand Magellan, Ini Dia Orang Orang Pertama yang Mengelilingi Dunia

BACA JUGA:Sejarah Pramuka Dunia dan Indonesia, Terinspirasi dari Kegiatan Tentara Militer

Otoritarianisme baru ini tidak selalu datang dalam bentuk yang sama seperti pada era Orde Baru. Ia bisa muncul dalam bentuk pemusatan kekuasaan yang lebih halus, misalnya melalui kontrol terhadap media, tekanan terhadap oposisi, dan pelemahan lembaga-lembaga demokrasi.

Sumber: antaranews.com