BRIN Temukan Kontaminasi Bahan Aktif Obat di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat

BRIN Temukan Kontaminasi Bahan Aktif Obat di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat

BRIN Temukan Kontaminasi Bahan Aktif Obat di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat --(Sumber Gambar : Antara)

RADAR JABAR - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengidentifikasi adanya kontaminasi bahan aktif obat atau Active Pharmaceutical Ingredients (APIs) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, Jawa Barat. Penemuan ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampak terhadap ekosistem akuatik dan kesehatan manusia.

Penelitian yang dilakukan oleh Kelompok Riset Ekotoksikologi Perairan Darat, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, dipimpin oleh Rosetyati Retno Utami.

Metode penelitian ini melibatkan penghitungan konsentrasi bahan aktif obat yang dikonsumsi, frekuensi penggunaan obat, jumlah obat yang dikonsumsi, dan durasi masa sakit responden dalam setahun. Dari data tersebut, dilakukan ekstrapolasi terhadap jumlah penduduk di DAS untuk mengestimasi penggunaan bahan kimia aktif.

 

BACA JUGA:BRIN Bangun Bank Benih untuk Lindungi Keanekaragaman Biodiversitas Tumbuhan di Indonesia

 

"Kemudian kami akan mengestimasi seberapa banyak dari rata-rata penggunaan itu dengan ekstrapolasi terhadap jumlah penduduk di suatu DAS. Hasilnya, untuk bahan kimia aktif dapat dilihat bahwa ternyata paracetamol dan amoxcillin menjadi APIs dengan penggunaan paling besar di DAS Citarum Hulu," kata Rosetyati.
 
Rosetyati menemukan penggunaan antibiotik di DAS Citarum Hulu cukup besar, dengan penggunaan paracetamol menjadi posisi tertinggi berjumlah 460 ton per tahun serta amoxcillin 336 ton per tahun.
 
 
 
 
Adapun sumber-sumber kontaminasi bahan aktif obat yang mungkin masuk ke dalam Sungai Citarum, kata dia, bisa teridentifikasi dari kegiatan peternakan yang dinilai banyak menggunakan obat-obatan dan juga hormon yang bertujuan meningkatkan hasil peternakan, penggunaan obat rumah tangga, industri, dan sistem pengelolaan limbah obat di rumah sakit yang mungkin terdapat kebocoran, sehingga dapat mengakibatkan masuknya obat ke ekosistem akuatik.
 
Ia menambahkan penanganan masyarakat setempat atas penggunaan bahan aktif obat tersebut dinilai masih kurang, sehingga menimbulkan risiko terhadap pencemaran ekosistem akuatik. "Jika terjadi kontaminasi di perairan/ekosistem akuatik, tentu saja akan membahayakan bagi organisme akuatik dan juga kesehatan manusia," ujarnya.
 
Terkait hal tersebut Plt Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Luki Subehi menekankan perilaku masyarakat terhadap penanganan penggunaan obat, termasuk praktik pembuangan obat yang tidak lagi terpakai penting untuk menjadi perhatian lebih lanjut.
 
Menurutnya, tingkat populasi masyarakat yang tinggi di wilayah sekitar DAS menjadikan hal tersebut menjadi penting agar tidak menambah faktor-faktor yang dapat mencemari sungai. "Dengan informasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya pola perilaku yang tidak mencemari badan air/sungai dan praktik yang lebih baik dalam pengelolaan limbah obat-obatan," kata Luki Subehi (*).

Sumber: beranda antara