Pakar Nilai MK Dapat Tangani Pelanggaran TSM yang Tidak Tercakup dalam UU Pemilu

Pakar Nilai MK Dapat Tangani Pelanggaran TSM yang Tidak Tercakup dalam UU Pemilu

Ahli yang dihadirkan oleh Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Charles Simabura, berbicara dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4)--ANTARA/Nadia Putri Rahmani

RADAR JABAR - Para ahli yang dipanggil oleh Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, seperti Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Charles Simabura, mengungkapkan pandangannya bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kapasitas untuk menangani pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang dilakukan di luar lingkup Undang-Undang (UU) Pemilu.

Dalam lanjutan sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di MK, Jakarta, pada hari Selasa, Charles menyatakan bahwa UU Pemilu menetapkan dua jenis pelanggaran TSM, yaitu politik uang dan pelanggaran administrasi pemilu yang terjadi secara TSM.

“Namun, faktanya di dalam persidangan Mahkamah, beberapa putusan, baik Pilkada maupun Pilpres, Mahkamah telah memeriksa pelanggaran TSM di luar yang diatur dalam UU Pemilu,” ujarnya.

BACA JUGA:Direktur Jenderal Pendis Pastikan Guru PAI Akan Dapat THR

Dia menyebutkan bahwa beberapa pelanggaran yang telah diperiksa oleh MK dalam kasus PHPU Pilkada termasuk manipulasi syarat administrasi pencalonan, politik uang, politisasi birokrasi, kelalaian petugas penyelenggara pemilu, manipulasi suara, ancaman atau intimidasi, dan netralitas penyelenggara pemilu.

Sementara dalam konteks PHPU Pilpres 2019, menurutnya, MK dalam kasus Nomor 1/PHPU-Pres/XVII/2019 telah menguji pelanggaran TSM yang tidak diatur dalam undang-undang meskipun tidak ada bukti yang mendukung.

Beberapa pelanggaran TSM yang telah diperiksa meliputi ketidaknetralan aparatur negara, diskriminasi penyalahgunaan hukum, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, penyalahgunaan APBN, penyalahgunaan anggaran BUMN, pembatasan media pers, Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak masuk akal, kekacauan Situng KPU dalam kaitannya dengan DPT, serta dokumen C7 yang disengaja dihilangkan di berbagai daerah.

BACA JUGA:Presiden Jokowi Imbau Masyarakat Rencanakan Mudik Lebaran 2024 Lebih Awal untuk Kenyamanan

“Meskipun itu tidak terbukti, tapi Mahkamah meneguhkan dan menyatakan bahwa Mahkamah berwenang untuk mengadili pelanggaran TSM di luar dua ketentuan undang-undang tadi,” ujarnya.

Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud memanggil sembilan ahli dan 10 saksi fakta dalam sidang pembuktian pemohon yang bertujuan untuk mendengarkan pandangan ahli dan saksi pemohon serta memvalidasi alat bukti tambahan pemohon.

BACA JUGA:Bamsoet Sebut MPR Apresiasi Upaya Diplomasi Indonesia terhadap Palestina

Sembilan ahli yang dipanggil termasuk I Gusti Putu Artha, Suharto, Aan Eko Widiarto, Charles Simabura, Didin Damanhuri, Hamdi Muluk, Leony Lidya, Risa Permana Deli, dan Franz Magnis-Suseno.

Sementara itu, 10 saksi yang dihadirkan adalah Dadan Aulia Rahman, Endah Subekti Kuntariningsih, Pami Rosidi, Hairul Anas Suaidi, Memet Ali Jaya, Mukti Ahmad, Maruli Manunggang Purba, Sunandi Hartoro, Suprapto, dan Nendy Sukma Wartono.*

Sumber: antara