Revitalisasi Pasar Banjaran Dinilai Merugikan Pedagang
TOLAK REVITALISASI: Sejumlah pedagang Pasar Banjaran ketika mengawal kuasa hukum dalam proses ajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Bandung. -Yanuar Baswata/Jabar Ekspres-
RADARJABAR.ID, BANDUNG - Revitalisasi Pasar Banjaran di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat terus jadi sorotan, sampai berlanjut ke meja persidangan.
Diketahui, para pedagang yang tergabung pada Masyarakat Pedagang Pasar Rakyat Banjaran, melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung di Jalan Diponegoro, Kota Bandung.
Kuasa Hukum Masyarakat Pedagang Pasar Rakyat Banjaran, Hari Haswidy mengatakan, sosialisasi terkait revitalisasi tersebut, sudah didengar para pedagang sejak 2019 lalu.
"Tapi memang pada saat itu belum ada pembahasan-pembahasan yang mendalam terkait pelaksanaan revitalisasi ini," kata Hari kepada Jabar Ekspres, Rabu (3/5).
Dia menjelaskan, informasi revitalisasi Pasar Banjaran yang diketahui para pedagang hanya permukaan saja, kemudian di penghujung 2022 isu tersebut kembali mencuat.
"Kemudian 2023 barulah para pedagang mengetahui dari media sosial, terkait informasi revitalisasi Pasar Banjaran," jelas Hari.
"Dimana saat itu Bupati Bandung sudah menandatangani kerjasama dengan pihak ketiga," lanjutnya.
Hari menerangkan, yang jadi keberatan para pedagang pasar terhadap revitalisasi, karena pembangunan kios hingga perbaikan setiap terjadi kebakaran di pasar, sepenuhnya secara mandiri alias menggunakan dana swadaya.
"Jadi uang pembangunan itu milik para pedagang. Setelah diperbaiki kembali terjadi kebakaran, semua kios diperbaiki pakai dana swadaya, terakhir tahun 2007," terangnya.
Hari mengungkapkan, insiden kebakaran Pasa Banjaran yang terakhir terjadi pada 2007 lalu itu, pelaksanaan pembangunan kios-kios dilakukan pada 2010, menggunakan dana mandiri para pedagang.
"Setelah kios kembali dibangun, para pedagang kembali jalankan usahanya dan diakui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung," ungkapnya.
Hari menambahkan, pengakuan pihak Pemda Kabupaten Bandung itu yakni, pembangunan kios pasca kebakaran menggunakan dana swadaya bukan dari bantuan pemerintah.
"Menggunakan dana swadaya atas izin pemerintah daerah dan oleh Pemda juga tidak meminta uang sewa kios, tidak membahas jual-beli kios, hanya menerima retribusi kebersihan pasar saja," imbuhnya.
Hari menilai, terkait revitalisasi Pasar Banjaran, pihak Pemda Kabupaten Bandung mengambil langkah yang tidak memihak kepada para pedagang.
"Ketika nantinya kios-kios dihancurkan dan dibangun bangunan baru, tidak pernah disampaikan mengenai kompensasi atau penggantian dana terhadap kios-kios yang sudah dibangun oleh para pedagang," ujarnya.
Hari menuturkan, selama ini upaya para pedagang yang sudah membangun berulang kembali kios di Pasar Banjaran, tidak pernah ditanggapi, diakui atau dihargai oleh Pemda Kabupaten Bandung.
"Malah cenderung ini mungkin, kemungkinan ini dugaan, dianggapnya bangunan liar tapi retribusinya kok dipungut," ucapnya.
"Sekarang revitalisasi, diganti uang bangunan juga tidak, dikasih kompensasi juga tidak. Itulah yang jadi keberatan para pedagang," lanjut Hari.
Dia menyampaikan, proyek revitalisasi Pasar Banjaran menggunakan mekanisme bangun guna serah, sesuai Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014, tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
"Aset daerah itu memang bisa dilakukan menggunakan mekanisme bangun guna serah, akan tetapi disitu ada larangan pada pasal 36," beber Hari.
"Hasil bangunan dari proyek bangun guna serah itu tidak boleh dialihkan ke pihak lain. Termasuk bangunannya, tidak hanya tanahnya saja," lanjutnya.
Hari memaparkan, situasi saat ini diketahui adanya penawaran kepada para pedagang, untuk dibeli kios-kios yang akan direvitalisasi di Pasar Banjaran.
"Jual beli ini berarti ada pengalihan, sudah jelas dilarang oleh aturan. Kemudian nanti bagaimana statusnya setelah dibeli?," paparnya.
"Apakah hak milik, apa hak pakai? Itu juga belum jelas. Kemudian bangun guna serah itu ada jangka waktu 30 tahun," tambah Hari.
Dia menuturkan, ketika jangka waktunya sudah 30 tahun bukan berarti milik pedagang. Secara aturan setelah 30 tahun baik bangunan atau tanahnya itu, diserahkan kepada pemerintah daerah.
"Jadi garis besarnya sekarang pedagang harus membayar kios, tapi nanti 30 tahun ke depan jadi milik Pemda. Itu harus digaris bawahi," tutur Hari.
"Jadi ini betul-betul hak dari para pedagang, upaya gugatan ini memperjuangkan hak-hak pedagang yang dilindungi Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Dasar 1945," pungkasnya.
Sumber: revitalisasi pasar banjaran