Basmi Hama, Guru Besar IPB University Dorong Mikroba Buatan Indonesia jadi Mandiri Pangan

Basmi Hama, Guru Besar IPB University Dorong Mikroba Buatan Indonesia jadi Mandiri Pangan

Guru Besar Ilmu Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB University, Prof. Suryo Wiyono.-- Yudha Prananda / Istimewa--

BOGOR - Tantangan di dunia pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pangan menjadi semakin besar lantaran meningkatnya masalah hama, penyakit dan cekaman abiotik seperti kekeringan, banjir, lahan salin, hujan asam, dan suhu ekstrem.

Guru Besar Ilmu Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB University Prof. Suryo Wiyono mengatakan, ledakan hama penyakit menyebabkan kerugian seperti penurunan produksi dan penurunan pendapatan petani.

"Sebagai contoh pada serangan penyakit blas, kerugian sepanjang 2011-2019 sebesar 446 milyar rupiah per tahun," ungkapnya pada acara orasi ilmiah Guru Besar IPB pada Kamis, 15 September 2022.

Sementara itu, sambung dia, serangan wereng menyebabkan kerugian sebesar Rp1,32 triliyun per tahun dan hal tersebut juga bisa menyebabkan penurunan derajat ketahanan pangan dan meningkatnya ancaman kerawanan pangan.

Dia menilai, terkait peningkatan hama penyakit, khususnya di Indonesia telah terjadi penambahan jenis baru, yang tercatat selama 20 tahun terakhir dilaporkan terdapat 14 hama dan penyakit baru pada tanaman pertanian.

"Hama dan penyakit ini tentu saja menurunkan kualitas dan kuantitas hasil yang berakibat pada kekurangan supply pangan dan melonjaknya harga produk pertanian," paparnya.

Menurutnya, salah satu upaya yang dapat dipilih untuk menekan resiko dan ancaman ledakan hama penyakit adalah dengan memanfaatkan mikroba langsung beserta turunannya baik berupa gen, maupun senyawa kimia yang dihasilkan. Penggunaan mikroba ini dikenal dengan istilah bioprospeksi.

"Penggunaan mikroba makin meluas dan penting, karena tidak hanya mampu mengendalikan hama penyakit, namun dalam penyediaan unsur hara dan membantu tanaman dalam mengatasi cekaman abiotik seperti salinitas, suhu tinggi dan kekeringan," bebernya.

Dalam orasi ilmiahnya, Suryo juga mengemukakan bahwa penggunaan mikroba dapat mengurangi penggunaan pestisida bahkan dalam beberapa kasus dapat menggantikan pestisida secara total.

Dia mencontohkan, misalnya pada kombinasi aplikasi Trichoderma, PGPR, khamir Rodotorula minuta, dan Lecanicillium dalam paket teknologi mikrob intensif mampu mensubtitusi 100 persen penggunaan pestisida kimia sintetik pada tanaman cabai.

“Rendahnya penggunaan pestisida tentu saja dapat memberikan dampak positif pada lingkungan dan juga kesehatan, bahkan mengurangi risiko ledakan hama penyakit yang lebih luas," sebutnya.

Selain itu, kata dia, penggunaan mikroba juga dapat mengurangi dosis pupuk sintetik dengan cara meningkatkan ketersediaan hara tanah, efisiensi penyerapan hara oleh tanaman, dan mengurangi kehilangan hara.

Suryo menilai, hal ini sangat penting di tengah sulitnya memproduksi pupuk karena bahan baku yang tergantung negara lain, juga penting untuk membantu petani yang makin sulit mendapatkan pupuk.

"Selain itu juga penting untuk mengurangi larinya uang negara ke negara lain. Pada tahun 2021 saja sebesar 2,12 milyar USD uang dibelanjakan ke negara lain untuk 8,1 juta ton bahan baku pupuk," terangnya.

Sumber: