Yayasan Anugerah Insan Residivis, Melawan Stigma Negatif Mantan Narapidana
Pendiri Yayasan Anugerah Insan Residivis, Asep Djuheri (kiri), bersama seorang penghuni yayasan, Ronald Carl (kanan) di ruang kerjanya, Jl. Cikungkurak, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung.- (Nizar/Jabar Ekspres)-
"Nah, sekarang kalau kami keluar, menjadi residivis ini tanggung jawab siapa?" sesalnya.
Mulai dari sanalah, Asep mendirikan Yayasan Anugerah Insan Residivis pada awal tahun 2000. Kini lokasinya berada di Jl. Cikungkurak, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung.
"Di sini (luar lapas) harus ada jembatan, yang bisa menyambungkan antara masyarakat, mantan napi dan dinas terkait," ungkapnya.
Dia menambahkan, stigma negatif tersebut sampai saat inipun tak bisa dipungkiri, masih terus menjalar di masyarakat. "Pertama, jelas, (residivis) tidak dipercaya. Itu justru bikin residivis pun bikin tidak percaya diri," tambahnya.
Imbasnya, mantan narapidana susah untuk mendapatkan pekerjaan. Itu merupakan ujung permasalahan. Menurutnya, sangat merugikan. Tak jarang hal demikian pula yang menjerumuskan mereka di lingkaran setan.
Yayasan AIR, beber Asep, lantas menjadi jati diri buat para mantan narapidana. Mantan napi yang pernah disatukan teralis besi. Mudah-mudahan, lanjutnya, bisa jadi teralis pemersatu bangsa. "Karena mereka berawal dari teralis," ujarnya.
Dalam masyarakat, residivis kurang diberi kesempatan. Dia berharap, kehadiran yayasan AIR bisa menetralkan atau bahkan menghapuskan stigma negatif tersebut.
"Semoga yayasan turut lambat laun bantu mengikis, dan bisa menjadi jembatan memfasilitasi para mantan napi," tegasnya.
Padahal menurutnya, para residivis hanya perlu diberi kepercayaan serta sebuah rangkulan. Dimana dengan begitu, mereka bisa kembali percaya diri dan tidak takut melangkah.
"(Diberi) pengakuan, bahwa mereka mantan napi. Dirangkul, dengan diberi peluang dan dipercaya kembali," ucap Asep. "Paling tidak kita ini sudah bisa bantu pemerintah mengurangi angka kejahatan dan pengangguran."
Yayasan AIR menampung para residivis seluruh daerah. Yayasan ini bergerak sedari kurang lebih 18 tahun silam. Modal dengkul. "Saya rintis dari tahun 2000. Legalitasnya pada 2018," paparnya.
Sementara ini, anggota yang terhitung ada sebanyak 750-an. Lalu sebanyak 15 orang memilih tinggal di yayasan.
Dari kelima belas residivis yang menetap, diantaranya Ronald Carl, 58, seorang mantan narapidana kasus narkoba.
"Empat kali saya keluar-masuk penjara. Kasus serupa," kata Opa, nama panggilannya, saat ditemui di kamar pribadinya.
Selama tiga tahun, kata Opa, merupakan waktu yang terbilang baru bagi dirinya, bergabung dengan Yayasan Anugerah Insan Residivis. Kini, Opa hendak membantu yayasan untuk menangani para penyintas.
Sumber: