Yayasan Anugerah Insan Residivis, Melawan Stigma Negatif Mantan Narapidana
Pendiri Yayasan Anugerah Insan Residivis, Asep Djuheri (kiri), bersama seorang penghuni yayasan, Ronald Carl (kanan) di ruang kerjanya, Jl. Cikungkurak, Kec. Babakan Ciparay, Kota Bandung.- (Nizar/Jabar Ekspres)-
"Paling tidak konsultasi. Kalau ada yang dateng, kita ngobrol," ucapnya.
Pada masa mendatang, Opa pun ingin memberi sumbangsih bagi yayasan. Dia tengah mencanangkan terbentuknya divisi kesehatan.
Opa bermimpi dapat menciptakan ruang untuk para penyintas. "Divisi kesehatan, lagi proses. Mau bikin tempat rehabilitasi di sini," ungkapnya.
"Masih di mimpi. Lagi jalin juga ke BNN, Dinkes, dan segala macam. Sama teman-teman (penyintas) NAPZA di sini," tandasnya.
Ratusan Residivis Disalurkan
Dari awal berdiri, yayasan berhasil menyalurkan ratusan mantan narapidana supaya mendapatkan pekerjaan. "Kurang lebih sekira 300," ucap Asep.
Kegiatan di Yayasan Anugerah Insan Residivis, memang fokus dalam program pemberdayaan. "Ada yang (dibantu) salurkan (mendapat) pekerjaan," jelasnya.
Dia membeberkan, diantaranya mereka bekerja sebagai penjaga keamanan, supir transportasi, percetakan, sampai berkaitan dengan hal produksi pakaian.
"Banyak minat dan bakat keahlian mereka yang memang harus kita salurkan," bebernya.
Dia mengaku, yayasan merupakan ikhtiar dan berguna sebagai jembatan untuk meyakinkan perusahaan supaya dapat menerima mantan narapidana.
Yayasan pun menggandeng dinas terkait, seperti Dinsos, Kesbangpol, Basnas, Balai Kemasyarakatan, serta Dinas Koperasi merupakan diantara kedinasan yang membantu gerak yayasan.
"Alhamdulillah, dari mulai sewa lahan. Lalu difasilitasi lapas, sekarang difasilitasi juga Dinsos Jabar. Dahulu, kan, kami ngontrak bayar per tahun," katanya.
Selanjutnya, bukan hanya menanti mantan narapidana merapat ke yayasan. Asep mengaku, pihaknya pun mendatangi sejumlah lapas untuk sosialisasi.
Yayasan AIR bahkan menjamin narapida yang berada di dalam lapas anak. "Kami menjadi wali mereka. Ketika bebas, kami jemput supaya singgah (dulu) di sini."
Adapun mereka yang menetap di yayasan, Asep mengaku bahwa faktor sanak famili jadi alasan. "Ada yang jauh dari keluarga, tinggal sebatang kara, butuh perlindungan, dan naungan untuk berbagi cerita," sambungnya.
Sumber: