Saatnya Membersihkan Hati, Kembali Pada Nasionalisme Sejati

Saatnya Membersihkan Hati, Kembali Pada Nasionalisme Sejati.--
Di Indonesia, pemuda bisa mendorong transparansi pemerintahan dengan aktif mengawasi kebijakan dan menuntut akuntabilitas pemimpin. Kampanye anti-hoaks dan edukasi politik berbasis data menjadi langkah penting untuk melawan propaganda yang hanya memperkeruh keadaan.
Nelson Mandela mengajarkan kita bahwa politik yang bersih bukanlah mimpi, tetapi bisa diwujudkan dengan keberanian untuk jujur, berani menolak balas dendam, dan berani mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi.
Jika Mandela bisa melakukannya dalam situasi yang jauh lebih sulit, mengapa kita tidak? Saatnya kita menuntut pemimpin yang berani jujur. Saatnya kita menolak politik kotor. Saatnya kita, sebagai rakyat, menjadi pengawal transparansi dan Mengutamakan Rekonsiliasi Daripada Polarisasi Nelson Mandela mengajarkan bahwa perlawanan sejati bukanlah dengan kebencian, melainkan dengan kecerdasan dan keberanian. Nelson Mandela tidak membalas dendam kepada mereka yang menindasnya, tetapi memilih rekonsiliasi untuk membangun Afrika Selatan yang baru.
Situasi politik Indonesia sering kali diwarnai oleh polarisasi antara kelompok-kelompok dengan kepentingan yang berbeda. Pemuda harus belajar dari Mandela dengan membangun jembatan antara berbagai pihak, bukan justru memperdalam perpecahan.
Salah satunya dengan mengadakan diskusi lintas kelompok dan menciptakan ruang dialog yang inklusif bisa menjadi solusi untuk meredakan ketegangan politik. Indonesia tidak akan maju jika kita terus terpecah. Sudah saatnya kita mengutamakan rekonsiliasi, bukan polarisasi. Mari berhenti melihat perbedaan sebagai alasan untuk bermusuhan. Mari mulai melihatnya sebagai kekuatan untuk membangun bangsa. Karena pada akhirnya, Indonesia bukan milik satu kelompok atau satu partai—Indonesia adalah rumah kita bersama.
Begitu pula Nelson Mandela, yang memilih jalan rekonsiliasi daripada balas dendam setelah bertahuntahun dipenjara. Ia tahu bahwa Afrika Selatan tidak akan pernah maju jika ia terjebak dalam dendam dan pertikaian politik yang tiada akhir. Ia merangkul lawannya, bukan untuk mengalah, tetapi untuk membangun negeri yang lebih baik.
Hari ini, kita membutuhkan pemimpin dan pemuda yang memiliki kebesaran jiwa seperti mereka. Pemimpin yang berani mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan rakyat. Pemuda yang tidak terjebak dalam fanatisme politik sempit, tetapi mampu berpikir luas untuk mencari solusi bagi bangsa. Maka, inilah panggilan bagi kita semua. Jika kita benar-benar mencintai Indonesia, berhentilah menjadikan politik sebagai ajang pertikaian. Jadikanlah ia sebagai alat untuk membangun. Berhentilah mencari kemenangan pribadi di atas penderitaan rakyat.
Karena negeri ini tidak membutuhkan lebih banyak perpecahan, melainkan lebih banyak jiwa yang rela mengorbankan egonya demi masa depan yang lebih baik. Sebab, Indonesia yang kuat bukanlah Indonesia yang dikuasai oleh segelintir orang. Indonesia yang kuat adalah Indonesia yang dibangun oleh mereka yang berani mengutamakan bangsa di atas segalanya.
Hari ini, pilihan ada di tangan kita. Apakah kita ingin dikenang sebagai generasi yang terpecah karena ego, atau sebagai generasi yang menyatukan bangsa dengan kebijaksanaan? Bersatu, bukan untuk menang sendiri, tetapi untuk menang bersama sebagai bangsa Mengedepankan Kepentingan Bangsa Di Atas Ego Politik Dalam sejarah panjang bangsa-bangsa besar, kejayaan tidak pernah lahir dari perpecahan, tetapi dari persatuan.
Bukan dari perebutan kekuasaan, tetapi dari keikhlasan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya. Indonesia, negeri yang dibangun di atas semangat gotong royong dan keberagaman, hari ini diuji: Apakah kita masih memiliki jiwa besar untuk mendahulukan bangsa ini daripada kepentingan pribadi dan golongan? Di setiap sudut negeri, kita melihat pertarungan kepentingan yang sering kali melupakan akar perjuangan bangsa. Politik yang seharusnya menjadi alat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, justru sering digunakan untuk memperkuat dominasi segelintir orang.
Debat yang seharusnya melahirkan solusi, berubah menjadi ajang saling menjatuhkan. Kebijakan yang seharusnya berpihak pada rakyat, tersandera oleh ambisi kelompok tertentu. Namun, sejarah mengajarkan kita bahwa kejayaan bangsa tidak ditentukan oleh siapa yang paling kuat atau paling berkuasa, tetapi oleh mereka yang berani menanggalkan egonya demi kepentingan yang lebih besar. Lihatlah para pendiri bangsa—Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan para pejuang lainnya. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, dengan ideologi yang beragam.
Namun, mereka memilih untuk duduk bersama, menekan ego masing-masing, dan merumuskan dasar negara yang menyatukan semua. Bukan karena mereka tidak memiliki ambisi pribadi, tetapi karena mereka memahami satu hal: bahwa bangsa ini jauh lebih besar daripada sekadar kepentingan individuKetika Nasionalisme dibelokkan oleh politik identitas, Indonesia tidak akan maju jika kita sibuk bertikai. Di tengah dinamika politik dan sosial yang kadang memecah belah, gerakan sosial berbasis gotong royong dan kerja sama antar komunitas dapat menjadi solusi untuk memperkuat nasionalisme sejati.
Gerakan sosial ini bukan sekadar wacana, tetapi solusi nyata untuk mengembalikan nasionalisme yang sehat dan membangun persatuan di tengah perbedaan. Indonesia tidak akan maju jika terus terpecah oleh politik identitas. Saatnya kita kembali pada gotong royong, kebersamaan, dan kerja sama lintas komunitas untuk membangun negeri yang lebih baik.
Ayo, Bergerak Maju!
Jangan hanya menjadi saksi zaman, tetapi jadilah pembawa perubahan. Indonesia tidak akan berubah jika kita hanya menunggu, Indonesia akan berubah jika kita mau bertindak! "Sebuah bangsa tidak akan runtuh oleh musuh dari luar, tetapi oleh kebencian di dalamnya." – Nelson Mandela.
Membangun Kesadaran Nasionalisme yang Sehat
Nasionalisme sejati bukanlah sekadar kebanggaan terhadap tanah kelahiran, tetapi kesadaran untuk membangun kebersamaan, kesetaraan, dan persatuan tanpa kebencian.
Sumber: pengamat sosial mira h tohir