KPK Menilai Pemberhentian Pimpinan KPK Merupakan Kewenangan Presiden
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak--Antara
RADAR JABAR - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menyatakan bahwa proses pengangkatan dan pemberhentian pimpinan KPK merupakan kewenangan presiden sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.
"Memang benar, namun Surat Keputusan Pemberhentian harus mengikuti ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang menetapkan syarat pemberhentian pimpinan KPK," ujar Tanak dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Pernyataan ini disampaikan oleh Tanak sebagai tanggapan terhadap revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Tanak menjelaskan bahwa dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, keputusan pemberhentian pejabat hanya dapat dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki wewenang untuk mengangkat pejabat tersebut.
BACA JUGA:Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Terkait Kasus Eks Ketua KPK Firli Bahuri
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa berdasarkan Hukum Administrasi Negara, keputusan pengangkatan seorang pejabat juga dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Pembatalan ini bisa dilakukan jika ada gugatan dari pihak atau badan yang merasa dirugikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Diketahui bahwa pada Selasa (4/2), DPR menyetujui revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Revisi ini mencakup penambahan Pasal 228A ayat (1) dan (2) yang ditempatkan antara Pasal 228 dan Pasal 229.
Pasal 228A ayat (1) menyatakan bahwa untuk meningkatkan fungsi pengawasan serta menjaga integritas DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 227 ayat (2), DPR berwenang melakukan evaluasi berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna.
Sementara itu, Pasal 228A ayat (2) menjelaskan bahwa hasil evaluasi tersebut bersifat mengikat dan akan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk diproses sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Dengan adanya penambahan pasal ini, DPR kini memiliki wewenang untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat yang mereka tetapkan. Hasil evaluasi pun bersifat mengikat.
Akibatnya, hakim konstitusi yang telah melalui uji kepatutan dan kelayakan dalam rapat paripurna dapat dievaluasi oleh DPR. Selain hakim Mahkamah Konstitusi, pimpinan KPK dan pejabat publik lainnya yang ditetapkan oleh DPR juga termasuk dalam cakupan evaluasi ini.
Sumber: