Tantangan Disrupsi Digital, Dewan Pers & SPS Jabar Bahas Masa Depan Media
Suhendrik, Direktur Bisnis Disway National Network dan Sekretaris SPS Jawa Barat, menyampaikan materi saat mengisi seminar di Auditorium Gedung Dekanat Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (21/1). Dalam acara seminar yang diinisiasi oleh mahasisw--
RADAR JABAR DISWAY - Seminar bertajuk ‘Ekosistem Informasi yang Sehat, Meningkatkan Kualitas Karya Jurnalistik’ yang berlangsung di Auditorium Dekanat Universitas Islam Bandung (Unisba) pada Selasa, 21 Januari 2025, membahas secara mendalam berbagai tantangan yang dihadapi dunia media di era disrupsi digital.
Dalam kesempatan tersebut, para pembicara menekankan pentingnya menjaga profesionalisme wartawan serta kelangsungan industri media. Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, menegaskan bahwa Kode Etik Jurnalistik (KEJ) merupakan pilar utama dalam menghadapi tantangan era digital.
Sapto juga mengangkat isu maraknya jurnalisme warga dan penyebaran misinformasi, yang semakin menegaskan perlunya disiplin dalam proses verifikasi. Menurutnya, perkembangan teknologi menghadirkan peluang besar, seperti pemanfaatan big data analytics untuk meningkatkan pemahaman dan literasi digital di masyarakat.
Namun, ia juga mengingatkan bahaya dari komersialisasi konten dan tekanan pemodal yang dapat memengaruhi kebebasan editorial. “Media harus cerdas menggunakan teknologi tanpa mengorbankan prinsip. Jurnalisme tidak akan mati, tapi perlu perhatian dan perawatan bersama,” katanya.
BACA JUGA:Rahasia Kejam Algoritma Media Sosial Bisa Membuat Penggunanya Kecanduan
BACA JUGA:Pemerintah Australia Akan Batasi Akses Media Sosial untuk Pengguna di Bawah 16 Tahun
Sementara itu, Suhendrik, Direktur Bisnis Disway National Network dan Sekretaris SPS Jawa Barat, menyoroti kondisi industri media yang semakin memprihatinkan. “Industri media sedang tidak baik-baik saja. Banyak perusahaan media yang bertahan dalam kondisi sulit, sementara wartawan justru terlihat makmur,” ungkapnya.
Dirinya menyebut fenomena ini sebagai ketimpangan dalam ekosistem media yang perlu segera diperbaiki. Suhendrik menegaskan pentingnya inovasi dan adaptasi untuk menghadapi tantangan.
“Media harus mulai melirik model bisnis baru, seperti konten berbayar atau kolaborasi dengan sektor hiburan. Adaptasi adalah kunci untuk menghadapi badai di industri ini,” ujarnya.
Namun, ia juga menekankan bahwa profesionalisme wartawan harus ikut berkembang. “Profesi wartawan kini menuntut keahlian yang lebih kompleks, seperti kemampuan menulis, merekam, mengedit video, hingga siaran langsung hanya dengan perangkat sederhana,” imbuhnya.
BACA JUGA:Menyikapi Fenomena Konten Pamer Kekayaan di Media Sosial, Emang Gampang Sukses di Usia Muda?
Sumber: Jabar Ekspres