Kenali 6 Bahaya Chat GPT Sebelum Kamu Kecanduan dengan Aplikasi AI Ini
Bahaya ChatGPT-RJ-
Pernahkah terbayang jika seseorang yang sakit bertanya kepada ChatGPT, lalu mengikuti jawabannya yang ternyata keliru? Jika kasusnya serius, akibatnya bisa sangat fatal. Namun, masalah ChatGPT tidak berhenti sampai di situ.
Saat ini, ChatGPT ibarat anak yang sedang berkembang, terus belajar dan menyerap kata-kata baru, termasuk bahasa kasar atau tidak pantas. Idealnya, kalimat seperti itu harus disaring agar lebih ramah untuk semua kalangan, termasuk keluarga. Untuk memilah konten tersebut, OpenAI menyerahkan tugas ini kepada perusahaan mitra di Kenya.
Setiap karyawan di Kenya yang bertugas menyaring konten disebutkan menerima bayaran antara Rp20.000 hingga Rp31.000 per jam. Namun, pihak perusahaan mengklaim bahwa upah yang diberikan sebenarnya mencapai Rp200.000 per jam. Meski begitu, angka tersebut masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan standar biaya hidup di lokasi kantor pusat OpenAI.
Masalahnya, ini bukan hanya tentang upah. Kesehatan mental para pekerja juga menjadi taruhan. Mereka harus menghadapi konten-konten tidak pantas setiap hari, mulai dari memproses hingga 1.400 gambar hingga membaca kalimat tidak pantas sebanyak 100 hingga 1.000 kata per dokumen. Tidak heran, banyak pekerja yang mengalami tekanan mental hingga depresi berat akibat pekerjaan ini.
Setelah investigasi oleh Time mengungkap kondisi kerja yang berat ini, pihak mitra di Kenya memutuskan untuk menghentikan kerja sama dengan OpenAI. Hal ini menjadi pengingat bahwa dampak teknologi seperti ChatGPT tidak hanya dirasakan oleh pengguna, tetapi juga oleh mereka yang terlibat dalam pengelolaan dan pemeliharaan sistem.
3. Ancaman terhadap Privasi Data
Apakah Anda sudah mengetahui cara kerja ChatGPT? Aplikasi ini beroperasi berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Jika Anda bertanya tentang jenis data yang digunakan, termasuk informasi pribadi, hal ini menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, pengguna dapat memilih untuk berlangganan atau tidak, bergantung pada keputusan mereka saat pertama kali login atau memilih untuk tetap anonim.
Platform MKV menyoroti potensi ancaman terhadap privasi data. Salah satu masalahnya adalah penggunaan informasi pribadi tanpa izin dan tanpa adanya kompensasi kepada pihak yang berkontribusi, seperti penulis artikel. Sebagai perbandingan, portal berita biasanya mendapatkan penghasilan melalui iklan dari pembaca yang mengakses artikelnya.
Data yang diunggah ke ChatGPT disimpan sepenuhnya di pusat data yang dikelola oleh OpenAI. Data ini dapat digunakan berulang kali, yang menimbulkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan data pribadi. Hal ini memicu beberapa pihak, termasuk pekerja profesional, untuk memblokir atau berhenti menggunakan aplikasi ini demi melindungi arsip dan privasi mereka.
Sebagai contoh nyata, perusahaan Samsung pernah menghadapi tiga insiden kebocoran data sensitif hanya dalam waktu kurang dari sebulan setelah memperbolehkan karyawannya menggunakan ChatGPT.
- Kode sumber rahasia: Seorang insinyur memasukkan kode sumber rahasia saat mencari solusi untuk bug.
- Transkripsi rapat: Seorang karyawan merekam rapat perusahaan, mentranskripsikannya, lalu memasukkan transkrip tersebut ke ChatGPT untuk membuat catatan rapat.
- Informasi pengujian chip: Seorang karyawan menggunakan ChatGPT untuk mengoptimalkan pengujian chip, yang merupakan rahasia perusahaan.
Karyawan tidak menyadari bahwa data yang dimasukkan ke ChatGPT disimpan oleh OpenAI untuk melatih sistem lebih lanjut. Akibatnya, rahasia dagang Samsung kini berada di tangan OpenAI, dan data yang telah diunggah sulit untuk dihapus dari server.
Tidak hanya itu, ChatGPT juga menghadapi ancaman kebocoran data pengguna. Sebuah bug pernah memungkinkan akses tidak sah terhadap data pribadi 100 pengguna, termasuk informasi kartu kredit. Untuk pengguna di Indonesia, tercatat ada 25.555 akun yang menjadi korban kebocoran data.
Selain kebocoran, muncul pula aplikasi palsu yang meniru tampilan ChatGPT untuk menipu pengguna. Penipuan ini sering kali mengarahkan korban untuk mengunduh ekstensi di browser seperti Chrome, yang kemudian mencuri akses akun pengguna dan menyalahgunakannya untuk berbagai penipuan.
Sumber: