Kenali 6 Bahaya Chat GPT Sebelum Kamu Kecanduan dengan Aplikasi AI Ini
Bahaya ChatGPT-RJ-
RADAR JABAR - Saat ini, banyak yang berpikir bahwa kecerdasan buatan (AI) di masa depan akan menjadi ancaman yang menakutkan bagi manusia. Salah satu AI yang paling terkenal adalah ChatGPT, yang dikembangkan oleh perusahaan OpenAI di bawah pimpinan Sam Altman. ChatGPT memiliki lebih dari 200 juta pengguna aktif setiap minggunya. Namun, banyak yang belum menyadari bahaya tersembunyi di balik teknologi ini.
Sejarah kecerdasan buatan menunjukkan bahwa sejak lama para ilmuwan telah khawatir AI dapat berevolusi hingga melawan manusia, bahkan berpotensi menyebabkan kepunahan. Untuk mencegah risiko ini, OpenAI berupaya mengontrol perkembangan AI agar kerusakan yang mungkin timbul dapat diminimalkan.
Menurut artikel dari CNBC Indonesia, ChatGPT memiliki jumlah pengguna terbesar di India, dengan persentase mencapai 45%. Di Indonesia, pengguna ChatGPT berada di urutan keenam dengan persentase 32%. Padahal, biaya langganan bulanan ChatGPT sekitar Rp300.000. Jumlah tersebut tentu cukup besar dan bisa digunakan untuk kebutuhan lain, seperti menambah uang transportasi.
Saat pertama kali diluncurkan pada 30 November 2022, ChatGPT berhasil mencapai 1 juta pengguna hanya dalam waktu lima hari. Kini, jumlah penggunanya telah mencapai 200 juta orang, menjadikannya aplikasi konsumen dengan pertumbuhan tercepat dalam sejarah.
Bahaya Chat GPT
Namun, apakah ChatGPT benar-benar sesempurna itu? Inilah sederet kelemahan Chat GPT yang bisa membawa dampak berbahaya di masa depan.
1. Ketidakakuratan Informasi
Berdasarkan informasi dari ID Cloud Host, ChatGPT pada dasarnya mengambil data dari berbagai sumber di internet. Setelah menerima pertanyaan dari pengguna, sistem akan mencari jawaban yang relevan dan mengolahnya berdasarkan data yang dimilikinya.
BACA JUGA:VIRAL! Lebih dari 300 Jemaat di Jerman Hadiri Gereja yang Dipimpin AI ChatGPT
BACA JUGA:Mengerikan! Ini Prediksi Kehidupan di Era AI Tahun 2021 sampai 2050
Di era digital saat ini, informasi memang dapat diperoleh dari berbagai sumber. Namun, masalahnya adalah tidak semua informasi tersebut benar. Ada pula informasi yang keliru, baik karena sumber yang kurang akurat, kesalahan pemrosesan, atau sistem ChatGPT yang salah menangkap konteks.
Kesalahan ChatGPT pernah terjadi, bahkan dengan dampak yang cukup serius. Salah satu contohnya melibatkan seorang jurnalis bernama Fred Riehl. Ia meminta ChatGPT untuk merangkum sebuah kasus dari dokumen PDF.
Namun, ChatGPT memberikan ringkasan yang sepenuhnya salah dengan menuduh Mark Walters, seorang pembawa acara radio, melakukan penggelapan dana dari lembaga persenjataan. Tuduhan ini tidak masuk akal, mengingat Walters tidak memiliki keterlibatan dalam bidang tersebut.
Meskipun hasil ringkasan tersebut tidak diumumkan secara resmi, informasi tersebut entah bagaimana tersebar hingga sampai ke Walters, yang merasa dirugikan. Akibatnya, reputasinya di publik menjadi rusak. Walters akhirnya meminta pertanggungjawaban dari pihak OpenAI.
OpenAI sendiri memberikan pembelaan bahwa sistem mereka memang masih memiliki kemungkinan untuk salah. Mereka juga menegaskan bahwa pengguna seharusnya memeriksa ulang informasi yang diberikan oleh ChatGPT dan mengambil tanggung jawab atas penggunaannya. Namun, pembelaan tersebut tidak diterima sepenuhnya oleh pengadilan, yang menolak permohonan pembatalan sidang dari OpenAI.
Bagi yang belum tahu, seberapa akuratkah ChatGPT sebenarnya? Berdasarkan penelitian, tingkat kebenaran jawaban yang diberikan oleh ChatGPT hanya sekitar 48%. Namun, banyak orang tidak menyadari kesalahan ini karena pengetahuan mereka yang terbatas, sehingga sulit membedakan antara informasi yang benar dan yang salah.
2. Ketergantungan
Sumber: