7 Kebohongan Tentang Natal yang Banyak Dipercaya Umat Kristen
Kebohongan Tentang Natal-Ilustrasi/Pixabay-
RADAR JABAR – Terdapat beberapa kebohongan tentang perayaan Natal yang datang dari berbagai legenda dan mitos yang tersebar.
Setiap kepercayaan diyakini datang dari petunjuk Ilahi yang ditujukan kepada manusia pilihan Tuhan.
Namun, kita juga tidak bisa menyangkal bahwa seiring berjalannya waktu, sebuah kepercayaan akan bergesekan dengan berbagai pihak dan menghasilkan produk kebudayaan.
Karena itu, kekeliruan tidak terhindarkan, sehingga penting untuk melihat akar dari suatu persoalan. Hal ini juga berlaku pada sejumlah kebohongan tentang Natal.
7 Kebohongan Tentang Natal
Berikut adalah beberapa hal yang tentang kebohongan Natal yang telah dipercaya sebagian umat Kristen.
1. Menulis "X-Mas" Tidak Sopan
Natal adalah perayaan setahun sekali, di mana umat Kristen merayakan kelahiran Yesus Kristus dan menyebarkan keceriaan Natal. Banyak yang menganggap bahwa nama "Kristus" harus disebutkan sebanyak mungkin, termasuk dalam ungkapan seperti Merry Christmas.
Namun, penulisan X-Mas sering dianggap tidak sopan oleh beberapa orang Kristen awam karena mereka percaya bahwa "X" merujuk pada kalangan antikristus yang tidak mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
BACA JUGA:9 Makanan Khas Natal di Indonesia yang Bikin Momen Semakin Hangat
BACA JUGA:5 Hidangan yang Cocok Disajikan Saat Natal
Faktanya, anggapan ini tidak benar. Dalam Perjanjian Baru yang ditulis dalam bahasa Yunani, Χριστός (Christos) adalah kata Yunani untuk "Kristus," yang artinya "Mesias" atau "Yang Diurapi." Huruf X dalam alfabet Yunani merupakan singkatan yang sah untuk Kristus. Gereja perdana bahkan sering menggunakan huruf X sebagai sandi rahasia untuk melindungi identitas mereka dari penganiayaan.
Meski di masa kini ada sebagian orang yang menggunakan istilah X-Mas untuk mengurangi kesan religius, asal kata tersebut tetap memiliki akar yang sangat Kristiani. Jadi, baik penulisan Merry Christmas maupun Merry X-Mas, keduanya dapat diterima.
2. Lonjakan Bunuh Diri Saat Natal
Malam Natal dan Tahun Baru identik dengan keceriaan dan kebersamaan. Namun, muncul persepsi bahwa momen ini menandai tingginya angka depresi dan bunuh diri. Beberapa penelitian menyebut bahwa perasaan kesepian meningkat selama masa-masa perayaan, yang dapat memicu depresi.
Meski demikian, penelitian lain yang dihimpun oleh National Post pada 2019 membantah bahwa Natal memicu lonjakan angka bunuh diri. Sebaliknya, angka bunuh diri sering kali lebih rendah selama masa liburan.
Memang benar bahwa kecenderungan depresi dapat meningkat menjelang Natal, tetapi bunuh diri bukanlah akibat langsung dari perasaan sedih karena melihat pohon Natal atau mendengar lagu Natal. Bunuh diri biasanya disebabkan oleh berbagai faktor seperti penyakit mental, genetika, atau trauma masa lalu.
Sumber: