5 Alasan Kerja di Perusahaan Teknologi Sudah Tidak Lagi Bergengsi

5 Alasan Kerja di Perusahaan Teknologi Sudah Tidak Lagi Bergengsi

Kerja di Perusahaan Teknologi Sudah Tidak Lagi Bergengsi-RJ-

Amazon juga melakukan hal serupa, dengan mencatat lebih dari 27.000 karyawan yang di-PHK dalam beberapa bulan, mulai dari November 2022 hingga Maret 2023. Elon Musk bahkan lebih ekstrem, memecat 80% karyawan Twitter setelah ia membeli perusahaan tersebut.

Yang menimbulkan kecurigaan adalah gelombang PHK ini terus berlanjut, meskipun perusahaan-perusahaan teknologi ini justru sedang meraup keuntungan besar. Misalnya, Microsoft mencatatkan profit sebesar 17,6%, tetapi beberapa hari kemudian mereka justru memecat 1.900 pegawainya. Perusahaan lain seperti Google, Amazon, dan Meta juga mengalami kenaikan profit, tetapi tetap saja melakukan PHK.

Menurut Jeff Shulman dari University of Washington, PHK di perusahaan teknologi besar ini sebenarnya merupakan strategi perusahaan untuk meningkatkan harga saham. Contohnya, ketika Meta melakukan PHK massal, harga saham mereka naik.

Melihat hal tersebut, Alphabet (induk perusahaan Google) mengikuti langkah yang sama, dan tren ini diikuti oleh perusahaan lain. Siklus PHK ini terus berulang karena investor semakin senang jika perusahaan mampu mengurangi pengeluaran melalui PHK, dan akibatnya PHK di perusahaan teknologi besar sekarang dianggap sebagai hal yang biasa.

3. Teknologi AI Lebih Menguntungkan

Roger Lee dari layoff.fyi menambahkan bahwa PHK massal ini dianggap sebagai cara perusahaan untuk mengurangi pengeluaran dan meningkatkan keuntungan. Selain itu, banyak perusahaan kini lebih memilih menggunakan AI daripada tenaga manusia.

AI kini sudah mampu menggantikan banyak pekerjaan yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia, seperti di bidang pemasaran, layanan pelanggan, hingga analisis data. Tentu saja, perusahaan lebih memilih AI karena biayanya lebih murah dan tidak memerlukan gaji, bonus, atau tunjangan.

Penggantian manusia oleh AI semakin terasa nyata di dunia teknologi. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, Amazon sudah menggunakan AI untuk menentukan siapa yang layak di-PHK dan siapa yang tidak. Jika kinerja seseorang dianggap kurang memuaskan, AI langsung memutuskan pemecatan tanpa ampun, tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaan.

BACA JUGA:Kemnaker: Perusahaan Harus Berikan THR untuk Ojol dak Kurir Paket

BACA JUGA:7 Ciri-Ciri Perusahaan yang Tidak Mensejahterakan Karyawan, Apa Saja Itu? Simak Disini!

Jika kita tarik situasi ini ke Indonesia, fenomena serupa juga terjadi, terutama di sektor teknologi dan aplikasi. Banyak dari kita yang mungkin melihat startup sebagai pilihan karier yang menarik dan fleksibel dibandingkan dengan korporasi besar seperti BUMN atau menjadi PNS.

Namun, kenyataannya, sejak tahun 2022, tren PHK juga mulai meningkat di dunia startup Indonesia. Menurut laporan, sejak tahun 2022, Gojek Tokopedia (GoTo) telah mem-PHK lebih dari 1.300 karyawannya, atau sekitar 12% dari total pekerjanya. Langkah ini diambil sebagai upaya perusahaan untuk mengurangi kerugian dan mengoptimalkan operasional.

Tidak hanya GoTo, perusahaan lain seperti Ruangguru, Zendit, bahkan Shopee Indonesia juga melakukan PHK. Misalnya, Shopee dikabarkan memutus hubungan kerja dengan ratusan karyawan pada tahun 2022 sebagai langkah efisiensi biaya operasional.

4. Investor Lebih Jeli Melihat Peluang

Sektor startup di Indonesia juga terkena imbas dari fenomena yang dikenal dengan "Funding Winter" atau "Tech Winter." Fenomena ini terjadi setelah booming startup, di mana banyak startup gagal bertahan, sehingga investor menjadi lebih selektif dan tidak sembarangan lagi dalam menanamkan modal.

Investor kini mencari startup yang memiliki prospek masa depan yang jelas. Akibatnya, banyak startup yang terpaksa melakukan PHK untuk menghemat biaya operasional, karena sebelumnya mereka sangat bergantung pada pendanaan dari investor.

Saat ini, gaji karyawan terpaksa mengalami efisiensi karena tidak ada lagi dukungan dana dari investor. Ketidakpastian pekerjaan ini membuat banyak anak muda berpikir dua kali untuk berinovasi, merintis karier di startup, atau belajar di sektor tersebut.

Sumber: