Menkeu Sri Mulyani sebut Indikasi Penurunan Daya Beli Masyarakat Perlu Dikaji Lebih Lanjut
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10/2024).-- ANTARA/Imamatul Silfia
RADAR JABAR - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya mempertimbangkan berbagai indikator untuk menilai daya beli masyarakat.
"Indikator daya beli kita harus dilihat dari berbagai aspek," ujarnya di Jakarta, Jumat.
Salah satu indikator yang sering digunakan adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Selama tidak ada perubahan signifikan, aktivitas ekonomi dianggap masih stabil. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan IKK Agustus 2024 mencapai 124,4, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 123,4.
Peningkatan ini didorong oleh optimisme pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), yang masing-masing mencatat angka 114,0 dan 134,9.
Terkait pergeseran kelas menengah, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pergeseran ini tidak hanya terjadi di satu kelompok. Meski jumlah kelas menengah menurun hingga 9,48 juta orang, kelompok miskin juga menunjukkan penurunan. Sementara itu, kelas rentan miskin mengalami peningkatan.
"Jadi, kami melihat ada dua indikator, yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun. Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, dan mereka tiba-tiba jatuh ke bawah," jelasnya.
Sri Mulyani juga memastikan bahwa pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat, seperti isu pemutusan hubungan kerja (PHK), dan berupaya menciptakan lapangan kerja baru melalui investasi asing yang tumbuh di sektor hilirisasi dan teknologi.
"Kita akan terus memperhatikan agar masyarakat yang paling rentan mendapat dukungan, apakah itu dalam bentuk bantuan sosial atau pelatihan. Di sisi lain, bisa memperbaiki iklim investasi sehingga muncul lapangan kerja baru," ujarnya.
Kekhawatiran akan penurunan daya beli masyarakat semakin mencuat seiring dengan deflasi nasional yang berlangsung selama lima bulan berturut-turut. Namun, pemerintah menegaskan bahwa deflasi tidak terkait langsung dengan daya beli masyarakat.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa deflasi terjadi pada komponen harga pangan bergejolak, sementara inflasi inti masih menunjukkan peningkatan hingga September 2024. BPS juga menegaskan bahwa deflasi didorong oleh faktor biaya produksi dan suplai.
Sehingga tidak dapat disimpulkan secara langsung sebagai tanda penurunan daya beli masyarakat. Menurut Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, diperlukan kajian lebih mendalam untuk menentukan pengaruh deflasi terhadap daya beli masyarakat.
“Untuk mengambil kesimpulan apakah ini menunjukkan indikasi daya beli masyarakat menurun, harus ada studi lebih lanjut. Karena daya beli itu tidak bisa hanya dimonitor dari angka inflasi atau deflasi,” katanya.*
Sumber: antara