5 Dampak Buruk Sering Mengatakan 'Gak Apa-Apa Kok' Pada Kesehatan Mental

5 Dampak Buruk Sering Mengatakan 'Gak Apa-Apa Kok' Pada Kesehatan Mental

Dampak Buruk Sering Mengatakan Gak Apa-Apa Kok Pada Kesehatan Mental-Ilustrasi/Uns-

Dulu, waktu masih kuliah dan aktif di organisasi kampus, kita pernah bermusyawarah untuk memutuskan sesuatu. Salah satu teman berhalangan hadir, dan suaranya juga dibutuhkan dalam rapat. Saat itu, kita hampir mencapai kesepakatan, lalu saya bertanya kepada yang lain, "Eh, gimana si B? Mau dihubungin gak?

Coba tanya dia." Seorang teman menjawab, "Ah, gak usah. Kalau dia mah ngikut-ngikut aja." Memang, dari dulu teman saya itu terkenal sebagai orang yang plin-plan dan tidak memiliki pendirian.

Ketika kita sering mengiyakan apa yang dikatakan orang, orang-orang bisa mencap kita sebagai seseorang yang tidak memiliki pendirian, bersikap fleksibel dan tidak memiliki pendirian itu dua hal yang berbeda.

Ketika kita mengatakan "gak apa-apa kok" sebagai bentuk fleksibilitas, maksudnya kita siap mengerti, bertumbuh, dan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi. Orang yang fleksibel bukan berarti tidak memiliki pendirian, melainkan mau membuka diri terhadap ide-ide baru atau pandangan yang berbeda.

Sebaliknya, orang yang tidak punya pendirian cenderung tidak fleksibel karena selalu condong hidupnya untuk menyenangkan orang lain. Memiliki pendirian berarti memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang menjadi dasar dalam hidup.

Ini artinya, kamu tahu apa yang benar dan penting dalam hidupmu, memegang prinsip tersebut. Namun, memiliki pendirian bukan berarti kamu tidak dapat membuka pikiranmu terhadap ide-ide baru atau pandangan yang berbeda.

3. Emosi Akan Meledak Sewaktu-Waktu

Akibat sering mengatakan "gak papa kok," hal itu bisa meledak pada waktunya. Sekali atau dua kali bilang "gak papa kok" mungkin belum terlalu berdampak, tapi jika terlalu sering, itu bisa menjadi bom waktu.

Lama kelamaan, hal tersebut bertentangan dengan perasaan sendiri dan bisa menjadi pemicu reaksi eksplosif, seperti tiba-tiba ngambek, blokir media sosial, menghilang, dan sebagainya. Capek untuk melawan hati nurani dan merasa diabaikan ketika kita terus-menerus mengatakan "gak papa kok" tanpa tanggapan.

Jika kamu merasa cenderung menggunakan "gak apa-apa kok" secara berlebihan dan menyadari bahwa ungkapan tersebut telah menyebabkan masalah dalam hidupmu, penting untuk belajar lebih terbuka dalam komunikasi. Ungkapkan perasaan dan kebutuhanmu secara jujur dan tegas.

Belajarlah untuk mengenali perasaanmu dan memahami kapan harus berkata tidak atau mencari bantuan dan dukungan saat diperlukan. Komunikasi yang jujur dan sehat akan membantu membangun hubungan yang lebih kuat dan saling menghargai dengan orang lain.

4. Lelah Emosional

Mengatakan "gak papa kok" secara terus-menerus bisa membuat kita capek secara emosional. Terus-menerus menggunakan ungkapan ini dalam situasi yang sebenarnya mengganggu dan merugikan dapat sangat melelahkan secara emosional.

BACA JUGA:10 Tanda Orang dengan Sikap Sentimental yang Kuat

Ini terjadi karena kita memendam perasaan, mengabaikan kekhawatiran, dan melupakan kebutuhan diri sendiri. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan stres dan ketegangan emosional. Terus menerus menekan emosi membuat kita kehilangan jati diri, sulit berekspresi sesuai dengan apa adanya, merasa tidak dihargai, dan kesulitan menyelesaikan masalah.

Akumulasi perasaan yang terus-menerus diabaikan dapat membuat kita lelah secara emosional dan bahkan berujung pada depresi. Untuk menghindari kelelahan emosional yang disebabkan oleh ungkapan "gak papa kok," penting untuk belajar mengenali dan menghargai perasaan kita.

Sadari perasaanmu, kenali emosi yang muncul dalam situasi tertentu, dan jangan abaikan serta tepis perasaanmu. Izinkan diri merasakan apa yang sebenarnya dirasa.

Sumber: