Mengenal Sejarah Al Hijr Sebagai Kota Metropolitan Kuno Terkutuk pada Zaman Kenabian
Sejarah Al Hijr zaman Nabi-Istimewa-
RADAR JABAR - Al Hijr adalah sebuah tempat yang dikenal dengan nama Madain Sholeh atau Hegra, merupakan sebuah situs arkeologi yang terletak sekitar 20 kilometer di sebelah utara Al-Ula, 400 kilometer barat laut Madinah, dan sekitar 500 kilometer ke arah tenggara dari Petra, Yordania.
Situs ini terletak di dataran tinggi basal yang merupakan bagian dari pegunungan hijaz, yang menampilkan bebatuan kuno yang menjulang tinggi dan seolah-olah muncul secara tiba-tiba dari padang pasir.
Kondisi geologis Al Hijr memberikan tempat yang baik bagi gaya arsitektur pahatan batu. Al Hijr didominasi oleh peninggalan Kerajaan Nabatean yang berasal dari abad pertama Masehi. Selain itu, Al Hijr juga merupakan kota Nabatia yang paling selatan dan merupakan kota kedua terbesar setelah ibukota Kerajaan Petra.
Al Hijr memiliki banyak nama yang berasal dari berbagai masyarakat dan kebudayaan yang pernah mendiami kawasannya. Sejarawan Yunani dan beberapa penulis lainnya menamai situs dan kawasan ini sebagai Hegra.
BACA JUGA:Menguak Lokasi dan Asal-Usul Kota Saranjana Melalui Sejarah Peradaban Nusantara
Sementara dalam tradisi Islam, situs ini disebut sebagai Al Hijr, yang berarti "Negeri Batu." Masyarakat Islam juga menyebut situs ini sebagai "Mada'in Shaleh" karena berkaitan dengan salah satu Nabi dalam agama Islam yang bernama Nabi Shaleh.
Sejarah Peradaban di Al Hijr
Umat Islam mencatat bahwa Al Hijr dihuni oleh kaum Tsamud, yang memahat rumah-rumah dari gunung batu dan menyembah berhala. Nabi Shaleh, yang diutus kepada mereka, menyerukan agar mereka bertaubat dan tidak menyekutukan Allah.
Sayangnya, kaum Tsamud tidak mendengarkan, bahkan meminta Nabi Shaleh untuk mengeluarkan unta betina dari balik gunung sebagai tanda kenabiannya.
Ketika Nabi Shaleh berhasil melakukannya, hanya sebagian kecil kaum Tsamud yang beriman kepada beliau, sementara sebagian lainnya bahkan membunuh unta tersebut. Akibatnya, mereka ditimpa hukuman berupa gempa bumi dan sambaran petir.
Pada tahun 630 Masehi, atau tahun ke-9 setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad memimpin sekitar 30.000 pasukan perang melintasi jalur Al Hijr.
Pasukan yang begitu besar ini terdiri dari 10.000 pasukan berkuda dan 20.000 pejalan kaki, disiapkan untuk menghadapi pasukan Romawi Bizantium yang kabarnya akan menyerang kawasan Arab, termasuk komunitas Muslim di Madinah.
Ketika pasukan Muslim berada di perjalanan, mereka dilanda rasa haus dan lapar. Namun, Rasulullah melarang pasukannya untuk minum air dan memakan biji gandum dari wilayah ini.
Hal ini terkait dengan kisah terdahulu mengenai azab yang ditimpakan kepada kaum Tsamud yang mendustakan Nabi Shaleh yang diutus kepada mereka.
Di sisi lain, menurut penelitian arkeologis, Al Hijr adalah daerah yang ditinggalkan penduduknya ketika Kekaisaran Romawi berhasil menguasai Kerajaan Nabatiyah yang sebelumnya menguasai daerah ini.
Sumber: