6 Sisi Gelap Presiden Soekarno yang Tak Terlupakan, Buaya hingga Diktator Jawa Sentris
Presiden Soekarno juga memiliki beberapa sisi gelap selama masa kepemimpinannya-Doc-
Perlu kita ketahui bahwa dalam masa lalu, Soekarno pernah merasa tersentuh dan bahkan menangis di hadapan Daud Beureu'eh. Saat itu, Presiden Soekarno memohon kepada Daud Beureu'eh agar Aceh Darussalam mau bergabung dalam NKRI.
Dalam kesempatan itu, Daud Beureu'eh mengingatkan bahwa Aceh Darussalam akan merestui bergabung jika Soekarno memberikan janji dan jaminan akan memberikan otonomi istimewa kepada Aceh Darussalam untuk mengatur urusan lokal dengan berdasarkan syariat Islam. Ini adalah fakta sejarah yang tak terelakkan.
Aceh Darussalam selalu menjadi wilayah yang kokoh dengan penerapan syariat Islam sejak awal, dan Soekarno berkomitmen untuk memberikan janji tersebut kepada Daud Beureu'eh dan Aceh Darussalam.
Namun, seiring berjalannya waktu, janji-janji tersebut dianggap tidak ditepati oleh Soekarno. Inilah yang mengakibatkan Daud Beureu'eh dan Aceh Darussalam akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Gerakan DI TII sebagai bentuk protes atas ketidaksesuaian janji tersebut.
3. Buaya yang Kerap Berselingkuh
Apakah di antara Anda ada yang pernah mendengar bahwa Bung Tomo pernah terlibat pertengkaran serius dengan Bung Karno? Faktanya, ini adalah kisah nyata yang terjadi pada suatu pagi tahun 1952.
Bung Tomo pergi ke istana untuk bertemu dengan presiden. Apakah Anda tahu apa alasan di balik kunjungan Bung Tomo ke istana? Ternyata, Bung Tomo datang untuk mengonfirmasi berita bahwa Bung Karno sedang menjalin hubungan yang kurang pantas dengan seorang perempuan dari Salatiga.
Masalahnya, perempuan tersebut masih memiliki suami. Kisah ini diangkat oleh Tempo. Setelah sarapan, dengan berani Bung Tomo bertanya dalam bahasa Jawa kepada Soekarno, "Mas ada yang cerita katanya Mas ini begitu ya? Artinya, rencananya menikahi Hartini?"
Presiden pertama Indonesia ini tidak memberikan jawaban kepada Bung Tomo. Mendesak, Bung Tomo mengulangi pertanyaannya, "Apa betul, Mas?"
Bung Karno masih bungkam. Akhirnya, Bung Tomo langsung menyuarakan ketidaksetujuannya, "Mas, jangan begitu. Orang Jawa tidak boleh menikahi perempuan yang masih bersuami."
Mendengar kata-kata "ngomongo," Soekarno bangkit dan membanting piring. "Kamu mengerti apa, anak muda?" tegasnya.
Tidak ingin kalah, Bung Tomo juga membanting piring. Puncaknya, Bung Tomo menyatakan, "Ya sudah, kalau tidak mau mendengarkan nasihat adik sendiri, itu urusan Mas." Dan itulah sarapan terakhir antara Bung Tomo dan Bung Karno.
4. Hiperinflasi
Pada akhir masa kepemimpinan Soekarno, situasi bangsa ini berada dalam kekacauan. Perekonomian berada dalam keadaan buruk, bahkan mengalami hiperinflasi pada periode 1963-1965. Salah satu penyebab terjadinya hiperinflasi ini adalah tindakan Presiden Soekarno yang mencetak rupiah secara berlebihan.
Puncak tingkat inflasi melampaui 100% atau lebih dikenal dengan istilah tahun heron terjadi pada tahun 1962 dengan angka 1165. Tindakan ini dilakukan untuk membayar hutang dan mendanai proyek-proyek megah seperti pembangunan Monas.
Namun, kondisi semakin memburuk dengan penurunan pendapatan perkapita Indonesia yang signifikan terutama pada tahun 1962 hingga 1963.
Sementara itu, bantuan luar negeri yang sangat dibutuhkan berhenti mengalir setelah Soekarno menolak bantuan dari Amerika Serikat dan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Inflasi pada saat itu bahkan mencapai angka 600 persen.
Sumber: