RADAR JABAR - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, pada Sabtu (30/11), mengeluarkan ancaman serius terhadap negara-negara BRICS jika mereka melanjutkan rencana penggunaan mata uang alternatif selain dolar AS. Trump menyatakan akan mengenakan tarif hingga 100 persen bagi negara-negara tersebut.
"Gagasan bahwa negara-negara BRICS berusaha untuk menjauh dari Dolar, sementara kita hanya berdiam diri dan mengawasi, sudah BERLALU," tulis Trump di platform media sosialnya, Truth Social.
Ia menegaskan, Amerika Serikat membutuhkan jaminan dari negara-negara BRICS untuk tidak menciptakan atau mendukung mata uang baru yang dapat menggantikan dolar AS.
"Kita memerlukan komitmen dari negara-negara ini bahwa mereka tidak akan menciptakan Mata Uang BRICS yang baru, atau mendukung Mata Uang lain untuk menggantikan Mata Uang Dolar AS yang perkasa," ujar Trump.
BACA JUGA:KFCRIS Ungkap Reformasi Dewan Keamanan PBB dan Upaya Menuju Dunia yang Lebih Baik
BACA JUGA:Banjir Menghantam Thailand, Sembilan Tewas dan Ratusan Ribu Orang Terdampak
Jika tidak, mereka akan menghadapi tarif besar dan kehilangan akses ke pasar ekonomi AS yang disebutnya "selamat tinggal pada penjualan berbagai produk mereka ke wilayah perekonomian AS yang luar biasa.".
Dia menegaskan bahwa setiap negara yang mencoba menggantikan dolar AS dalam perdagangan internasional akan menghadapi konsekuensi berupa "kehilangan hubungan dengan Amerika".
Diketahui bahwa BRICS, yang dibentuk pada 2006, saat ini terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, dengan tambahan anggota baru seperti Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi pada 2024.
Meski Arab Saudi belum secara resmi meresmikan keanggotaannya, negara ini telah terlibat dalam berbagai pertemuan BRICS.
BACA JUGA:Palestina Minta Liga Arab Gelar Sidang Darurat Terkait Kekejaman Israel di Gaza
BACA JUGA:Netanyahu Isyaratkan Israel Bisa Serang Kembali Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata
Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara BRICS semakin gencar mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS dalam perdagangan internasional.
Mereka juga tengah mengupayakan penggunaan mata uang nasional untuk melemahkan dominasi dolar di pasar global.*