BANDUNG, RadarJabar - Anggota DPR RI komisi VII dari fraksi PKS, Diah Nurwitasari, kembali soroti keputusan pemerintah dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Dia mengaku bahwa sejak April 2022 lalu, pembahasan mengenai kenaikan Bahan Bakar Minyak sudah menjadi sorotan anggota dewan khususnya dari fraksi PKS.
"Kami telah perjuangkan supaya pemerintah membatalkan (kenaikan) harga BBM," kata Diah belum lama ini.
Dia melanjutkan, pihaknya pun mendorong pengetatan serta pengendalian terhadap penyaluran Bahan Bakar Minyak bersubsidi agar lebih terjaga dan penyalurannya tepat sasaran.
Menurut Diah, pemerintah mempunyai peran yang sangat penting untuk meringankan beban masyarakat, terutama pada sektor ekonomi.
"Maka, menyikapi hal ini, dampak lanjutan (berkesinambungan) sangat memprihatinkan," ujarnya.
Diah menyampaikan, dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak sangat berpotensi membuat sejumlah produksi menurun, sebab berkesinambungan terhadap semua sektor.
"Solusinya, arahkan agar penerima subsidi ke masyarakat yang tepat, kemudian lakukan pengawasan ketat," ucapnya.
Diah menganggap bahwa pemerintah sebetulnya mempunyai banyak solusi untuk bisa membuat perekonomian Indonesia kembali stabil.
Diketahui, penyesuaian harga BBM yang sudah pemerintah resmikan kenaikannya itu yakni, Pertalite yang semula Rp7 ribu 650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter.
Sementara untuk BBM jenis solar subsidi yang semula harganya di angka Rp5 ribu 150 berubah menjadi Rp6 ribu 800 per liter.
Tak hanya BBM bersubsidi, BBM nonsubsidi pun diketahui mengalami penyesuaian harga.
Bahan Bakar Minyak jenis Pertamax non-subsidi semula harganya Rp12 ribu 00 per liter, sekarang menjadi Rp14 ribu 500 per liter.
Sementara itu, menurutnya, solusi kompensasi dari peralihan subsidi BBM menjadi bantalan bantuan sosial (bansos) berupa uang tunai Rp600 ribu itu dinilai kurang tepat karena tidak berjangka panjang.
"Realisasikan program-program agar daya beli masyarakat meningkat. Jangan hanya memberikan bantuan berupa uang," imbuhnya.