Desa Tegalsari, Role Model Pengelolaan Sampah Purwakarta

Desa Tegalsari, Role Model Pengelolaan Sampah Purwakarta

Mengubah Sampah Jadi Solusi: Desa Tegalsari, Purwakarta, Jadi Role Model Baru Pengelolaan Berbasis Kawasan di Kabupaten Purwakarta--Istimewa

•    ​Penguatan kelembagaan pengelolaan sampah agar lebih efektif.

•    ​Pengembangan mekanisme pendanaan dan sistem penarikan retribusi pengelolaan sampah.

•    ​Dukungan pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan sampah berteknologi tinggi.

ISWMP membantu Pemerintah Kabupaten Purwakarta menyusun RISPS sebagai peta jalan jangka panjang. Bersamaan dengan itu, didorong pula penyusunan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah untuk menguatkan aspek hukum dan retribusi persampahan. Peran Kementerian Dalam Negeri sangat krusial dalam proses kelembagaan dan penguatan sistem retribusi daerah, sementara Kementerian Kesehatan turut aktif dalam kegiatan edukasi masyarakat tentang dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan..

Pembangunan TPST di  Purwakarta menjadi salah satu bukti nyata pendekatan ini. TPST ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat pengolahan sampah, tetapi juga sebagai contoh penerapan teknologi pengolahan modern yang mampu menghasilkan nilai tambah, baik secara ekonomi maupun lingkungan, dan dapat direplikasi di wilayah lain.

Dengan kombinasi lima pilar tersebut, Kabupaten Purwakarta mulai menunjukkan hasil yang signifikan: sistem pemilahan sampah dari sumber mulai terbentuk, rantai layanan pengangkutan sampah semakin tertata, kolaborasi dengan sektor swasta menguat, dan proses pengolahan kini diarahkan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi dari material daur ulang serta produksi energi alternatif seperti RDF (Refuse Derived Fuel).

Tegalsari Dipilih, Bukan Karena Paling Siap, Tapi Paling Potensial

Salah satu inovasi penting ISWMP di Purwakarta adalah pelaksanaan Pilot Project di Kampung Cijati RT 09 RW 05 di Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalwaru. Alasan pemilihannya bukan karena wilayah ini paling maju, tapi justru karena potensinya yang besar untuk tumbuh. Kawasan ini dekat dengan TPST Tegalsari, dan sudah memiliki Bank Sampah Unit (BSU) “Sari Asih” yang aktif sejak 2020.

Koordinasi dilakukan sejak awal November 2024, dimulai dengan dialog antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta dan pemerintah desa. Warga pun dilibatkan sejak awal—mereka tidak hanya diajak ikut, tapi juga diberi ruang untuk terlibat langsung.

Pelaksanaan dimulai dengan sangat sederhana. Ada dropbox untuk sampah daur ulang, ember untuk sampah residu, trashbag, stiker untuk rumah yang sudah memilah, dan gerobak sorong untuk mengambil sampah dari gang-gang kecil.

Setiap Senin dan Kamis, sampah terpilah dikumpulkan. Dua kali seminggu, sampah ditimbang dan dicatat. Edukasi dilakukan langsung ke rumah-rumah, bukan sekadar tempel poster. Sampah organik diolah jadi kompos, yang anorganik disalurkan ke Bank Sampah Sari Asih. Sementara sisa makanan juga dimanfaatkan, tidak langsung dibuang begitu saja.

Hasilnya Tidak Instan, Tapi Nyata: 71 Keluarga Sudah Mulai Pilah Sampah

Perubahan tidak terjadi dalam semalam. Namun berkat pendampingan yang intensif dan pendekatan yang humanis, hasilnya mulai terasa. Hingga Februari 2025, tercatat sebanyak 71 Kepala Keluarga (KK) di RW 05 Desa Tegalsari, Kec. Sukatani Kab. Purwakarta, telah aktif memilah sampah dari rumah. Mereka memisahkan sampah ke dalam tiga kategori: organik, anorganik, dan residu—sebuah langkah sederhana namun bermakna besar dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.

Meski secara angka belum tergolong masif, pencapaian ini merupakan tonggak penting dalam membangun kebiasaan baru di tengah masyarakat. Lebih dari sekadar statistik, keberhasilan ini mencerminkan tumbuhnya kesadaran warga bahwa pengelolaan sampah bukan hanya urusan pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama.

Yang patut diapresiasi, dari kegiatan ini juga lahir sejumlah praktik baik (best practices) yang bisa direplikasi di wilayah lain. Mulai dari model pelibatan kader lingkungan, sistem insentif berbasis partisipasi, hingga format pelaporan dan evaluasi warga—semuanya terbukti efektif dalam mendorong perubahan perilaku.

Pencapaian ini turut mendukung target nasional Program ISWMP melalui paket pekerjaan Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) dalam meningkatkan persentase rumah tangga yang memilah sampah dari sumber. Ini bukan hanya keberhasilan teknis, tetapi juga kemenangan budaya—menggeser paradigma lama menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

“Indikator keberhasilan kinerja PPAM adalah apabila sampah yang masuk ke TPST sudah terpilah. Kegiatan pilot project ini merupakan upaya nyata dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk memilah sampah. Harapan kami tentu kegiatan pilot project ini dapat direplikasi ke wilayah lain” Ujar Sandhi Eko Bramono, Ph.D, Ketua Central Project Management Unit (CPMU) ISWMP.

Setelah Proyek Selesai, Apa Selanjutnya?

Sumber: