LAGU HATI, SUARA EMOSI

LAGU HATI, SUARA EMOSI

Penulis adalah siswi kelas 12 IPA 3 SMAN 1 Banjaran--Istimewa

RADAR JABAR - Sepanjang hidup, saya tidak pernah lepas dari lagu. Saat berjalan di keramaian yang memekakkan telinga, juga menyesakkan pikiran dan jiwa, saya selalu menyumpal kedua telinga saya dengan lagu yang mengalun melalui bluetooth dari ponsel pintar yang saya genggam, yang terhubung ke earphone berwarna ungu kesayangan saya. Bahkan, di saat saya terbangun dari tidur pun, setidaknya ada satu lagu yang terputar di kepala saya.

Saya mempunyai kebiasaan yang mungkin sebagian besar orang juga pernah lakukan setidaknya sekali seumur hidup, mengabadikan suatu momen dan seseorang ke dalam sebuah lagu. Yang baru-baru ini terjadi dan cukup membekas di ingatan saya, yaitu saat saya pulang sekolah di hari Senin, yang bertepatan dengan hari ulang tahun ibunda saya, yang sudah menginjak usia setengah abad. Bukan lagu tentang seorang ibu atau perayaan ulang tahun yang selalu berhasil membawa saya kembali ke hari itu, tetapi lagu berjudul “Hujan” dari Utopia.

Saya memiliki alasan yang cukup kuat mengapa lagu tentang percintaan yang saya pilih untuk mengingat hari itu. Benar, saat itu saya sedang jatuh cinta pada seseorang. Sore itu, saya bingung hendak pulang dengan cara apa. Kendaraan teman sekelas saya terbatas, dan ayah saya sedang tidak bisa menjemput ke sekolah, saya juga tidak diizinkan untuk pulang dengan ojek oleh orang tua saya. Seseorang yang sedang saya cintai itu, menawarkan untuk pulang bersamanya saja. Padahal, rintik hujan cukup deras sore itu. Dia bahkan masih menunggu saya membalas tawarannya selama hampir sepuluh menit karena saya sempat merasa ragu untuk menerima tawaran tersebut. Pada akhirnya, saya menyetujui tawarannya dan kami setuju untuk bertemu di depan parkiran sekolah.

Sore itu, untuk pertama kalinya saya dapat mendengarkan suaranya, yang siapa sangka akan saya rindukan setelah beberapa waktu tidak ada perbincangan di antara kami. Dia menanyakan apakah saya ingin mengenakan jaket atau jas hujannya, yang saya balas dengan penolakan. Sejak hari itu, wangi dari parfum yang dia pakai masih menjadi aroma yang selalu saya kenali di keramaian. Dia selalu menjadi orang yang mengawali obrolan kami di tengah derasnya hujan, yang diiringi gelak tawa karena tingkah laku manusia yang konyol di jalan raya. Suara tawanya bagaikan pelangi yang menghampiri, membuat saya lupa akan rintik hujan yang masih membasahi diri.

Saya hanya bisa mengenang momen itu setiap mendengarkan lagu “Hujan” dari Utopia. Momen yang sangat menyenangkan dan menghangatkan hati, yang selalu berhasil mendatangkan senyum di wajah saya yang muram sejak pagi. Tetapi ada tangis yang juga datang mengiringi karena momen itu hanya menjadi kenangan yang tidak bisa diulang kembali.

Seperti melakukan perjalanan waktu untuk bernostalgia, dengan lagu yang mengambil peran sebagai pengantar ke setiap kenangan, dan momen dengan orang-orang yang berarti di dalam kehidupan. Di mana tidak ada yang benar-benar abadi, karena kita hidup di dunia yang fana, dengan segudang kenangan yang kita kira akan abadi. Yang pada akhirnya hanya bisa kita kenang kembali dengan sebuah perantara penyalur emosi, lagu.

Lagu sering kali dihubungkan dengan momen-momen tertentu dalam hidup, baik itu pengalaman bahagia, sedih, atau bahkan traumatis. Menurut John Bowlby dalam teori keterikatan (Attachment Theory), manusia cenderung membentuk ikatan emosional dengan hal-hal yang memberikan kenyamanan atau rasa aman. Musik, sebagai media yang mengandung banyak emosi dan makna, bisa menjadi "wadah" untuk mengingat atau menyimpan kenangan yang memiliki nilai emosional yang tinggi. Lagu yang mengingatkan pada seseorang atau sebuah peristiwa sering kali menjadi pengingat yang kuat akan perasaan tersebut.

Hal ini juga pernah dikemukakan oleh Batcho (1995) dalam penelitiannya tentang nostalgia, lagu bisa menjadi pemicu nostalgia yang kuat, yang membantu seseorang untuk kembali ke masa lalu dan merasakan kembali perasaan yang terkait dengan waktu tersebut. Musik berfungsi sebagai sarana untuk "menghidupkan kembali" kenangan, yang sering kali berhubungan dengan perasaan kebahagiaan, kehilangan, atau bahkan penyesalan.

Saat sedang merasakan kesedihan yang mendalam, biasanya saya mendengarkan lagu yang artinya memiliki keterkaitan dengan hal-hal yang saya alami. Hal ini juga berlaku untuk emosi bahagia, kecewa, marah, hampa, dan emosi lain yang saya rasakan sebagai manusia. Entah mengapa, rasanya lagu-lagu itu bisa mengungkapkan perasaan yang sedang saya rasakan dengan lebih baik, dibandingkan saya yang cukup sulit untuk mengekspresikan diri.

Musik memiliki kekuatan untuk memicu memori emosional dengan cara yang sangat kuat. Dalam jurnal psikologi, ditemukan bahwa musik dapat merangsang memori jangka panjang dan emosi yang terkait dengan pengalaman tersebut (Levitin, 2006). Lagu yang didengarkan saat kita mengalami perasaan tertentu dapat menjadi pengingat yang mendalam tentang perasaan yang terkait dengan kenangan itu. Ketika mendengarkan lagu yang sama, kita kembali mengingat momen tersebut dengan perasaan yang sama, bahkan jika waktu telah berlalu.

Penulis adalah siswi kelas 12 IPA 3 SMAN 1 Banjaran

Dalam jurnal psikologi, ditemukan bahwa mendengarkan musik dapat mengaktifkan area otak yang terkait dengan pemrosesan emosi, seperti amigdala dan korteks prefrontal. Musik dapat membangkitkan emosi yang sangat kuat, baik positif seperti kebahagiaan dan relaksasi, maupun negatif seperti kesedihan atau kemarahan (Blood & Zatorre, 2001). Bahkan, musik bisa mengubah suasana hati dalam waktu singkat. Contohnya, saat sedang merasa bahagia, tiba-tiba lagu yang bermakna sedih terputar tanpa disengaja. Tanpa sadar, senyum yang semula merekah berganti dengan tangisan pilu yang sulit reda.

Bagi saya, mendengarkan lagu sudah seperti meminum air di kala dahaga menyapa, sinar matahari pagi dengan berbagai keuntungan dan kebuntungan bagi manusia, hutan yang indah namun ditinggali dengan segala marabahaya, tenang bagaikan laut yang masih bersahabat dengan ombak, juga tak menentu bagaikan waktu dan manusia.

Telanlah setiap emosi yang kita rasakan sebagai manusia, kenyataannya memang tak semudah kata, tetapi kerahkanlah segala bentuk usaha, karena kita berhak mendapatkan hak sebagai manusia. Entah itu dengan cara menuliskan isi pikiran, melukiskan suasana hati, melakukan aktivitas yang membawa ke tempat bernama ketenangan, atau mendengarkan lagu yang menangkap setiap emosi yang dirasakan.

Sumber: