MALAS BELAJAR: PENYESALAN!

MALAS BELAJAR: PENYESALAN!

--

Oleh: Ikram Haidar Hilmi

RADAR JABAR - Belajar merupakan sesuatu hal yang sangat berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Akan tetapi, tidak sedikit dari pelajar Indonesia yang malas untuk belajar. Salah satunya adalah saya. Ini bermula ketika saya masih berada di bangku sekolah dasar. Pada waktu itu, saya merasa sudah puas akan pencapaian yang saya dapat, saya tidak pernah belajar tetapi selalu mendapatkan peringkat 3 besar. Dari situ muncul rasa percaya diri dengan kemampuan diri saya sendiri.

Saya melanjutkan sekolah dengan masuk sekolah menengah pertama negeri yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Awal masuk disuguhi dengan pelajaran yang lebih susah lagi di bandingkan waktu sekolah dasar. Masa SMP ini adalah saat saya mengenal dunia game online, waktu masih kelas 7, nilai saya masih stabil dan masih bisa masuk ke dalam 3 besar. Akan tetapi, tahun 2020 awal terjadi bencana virus covid-19. Kita harus berada di dalam rumah dan belajar dari rumah. Di sinilah awal memuncak rasa malas belajar saya. Tidak ada materi yang dijelaskan oleh guru pelajaran dan hanya memberikan tugas saja, membuat saya makin malas untuk belajar dan bahkan mengerjakan tugasnya.

Saya terus melanjutkan bermain game dengan teman-teman saya bahkan sampai begadang hampir tiap hari atau tidak tidur sama sekali, yang membuat daya tahan tubuh saya sangat lemah dan gampang sakit. Sering sekali di tegur oleh orang tua, tetapi saya sering tidak mengacuhkan itu dan terus melakukan kegiatan tersebut. Game online akan berdampak positif apabila dimanfaatkan untuk hiburan (Adams, 2013), di mana segala rasa penat dan stres dapat dikurangi dengan bermain game (Russoniello, O'Brien, & Parks, 2009).

Namun, yang terjadi saat ini, game online banyak dimainkan secara berlebihan dan digunakan sebagai tempat untuk melarikan diri dari realitas kehidupan sehingga yang terjadi adalah kecanduan game online (Hussain & Griffiths, 2009). Hasilnya nilai saya ketika kelas 8 sangat turun drastis atau bahkan nilai paling jelek yang pernah saya dapatkan karena ketika diberikan tugas oleh guru pelajaran, saya mengerjakannya satu hari sebelum pengumpulan dan mengisinya lewat internet tanpa mempelajari maksud dari soal yang diberikan. Orang tua saya melihat nilai saya yang sangat turun drastis ini kecewa dan membuat pandangan mereka lebih tegas kepada saya karena saya selalu fokus hanya untuk bermain game.

Pandangan saya pada waktu itu melihat nilai turun drastis biasa saja dan tidak merasa bersalah sama sekali, saya malah menyalahkan guru pelajaran karena tidak memberikan penjelasan sama sekali, padahal ada beberapa guru pelajaran yang memberikan video penjelasan tapi saya tidak buka sama sekali.

Karena perilaku saya tersebut yang sangat malas sekali belajar dan kecanduan bermain game online, gawai saya sering sekali di rampas dan di sembunyikan oleh orang tua saya, tetapi sekali lagi saya tidak pernah kapok dan terus melakukan perilaku seperti itu setiap hari. Orang tua saya menjadi sangat sensitif kepada saya dan sering sekali dimarahi  karena perbuatan tersebut dan bahkan harapan mereka pada waktu itu kepada saya mungkin sudah berkurang.

BACA JUGA:TEKNOLOGI: MEMBANTU ATAU MERUSAK KREATIVITAS?

BACA JUGA:GAME ONLINE SEBAGAI PELARIAN

Masa-masa SMP itu berlalu dan saya lulus dengan nilai yang sangat sedikit, mulai ada rasa penyesalan atas apa yang saya lakukan pada masa SMP yang membuat saya tidak siap akan melanjutkan masa SMA, karena waktu masa SMP tidak ada materi yang saya mengerti sama sekali. Penentuan SMA yang dipilih tiba, saya mengira akan melanjutkan SMAN 1 Ciwidey, karena ayah saya bekerja sebagai guru di sana dan kakak-kakak saya juga dulunya bersekolah di sana.

Akan tetapi, ternyata saya didaftarkan di SMAN yang jaraknya cukup dekat dari rumah, yaitu SMAN 1 Banjaran. Pada awal masuk, saya terkejut dengan materi yang saya dapatkan, saya merasa asing dengan pelajaran yang diajarkan oleh bapak dan juga ibu guru. Bukannya belajar karena tidak paham akan materi yang di jelaskan, saya pulang ke rumah hanya untuk bermain gawai. Saya masih berpikir bahwa “untuk apa belajar di rumah susah payah, di sekolah kan diajarkan oleh ibu bapak guru sampai pukul 4, masa di rumah harus belajar lagi?”

Menurut Sulala (2020), keengganan untuk belajar sering kali dihadapi hampir oleh setiap individu, dan hal ini dapat disebabkan oleh berbagai alasan seperti rasa bosan, kantuk, kurang pemahaman terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya. Hasil yang saya dapatkan adalah nilai apa adanya, tugas yang saya kerjakan dan pelajari hanya di sekolah saja. Waktu pembagian nilai, nilai saya sedikit dan sekali lagi membuat orang tua saya kecewa atas perilaku saya yang terus saja menyepelekan dan malas untuk belajar. Semua kehidupan saya tidak tenang, merasa malu dan tidak berguna bagi orang lain membuat saya menyesal.

Saya akhirnya menyadari akan perilaku saya yang egois, tidak mau di salahkan. Padahal jika terus hidup dengan seperti itu tidak akan membuat saya sukses dan sia-sia untuk bersekolah, semua jerih payah orang tua saya yang menyekolahkan saya di sini malah sia-sia dan tidak ada artinya. 

Karena rasa malas belajar ini membuat kerugian yang sangat besar pada dalam diri sendiri, tidak mengerti apa yang di pelajari, guru menjelaskan hanya ingat satu kali, bahkan pelajaran yang saya sukai tidak pernah saya pelajari lagi di rumah pada waktu itu. Oleh karena itu, saya berubah dan berjanji kepada diri saya sendiri untuk memulai lagi belajar, memperbaiki dan meningkatkan nilai saya. Karena belajar sangat penting terutama bagi masa depan kita sendiri, bukan orang lain yang membentuk diri kita dan karakter kita, tetapi diri sendiri lah yang membuat dan menentukan karakter itu.

Sumber: