Pengaruh Musik pada Otak Manusia dan Cara Berpakaian, Ternyata Satanisme Hanya Tujuan Marketing

Pengaruh Musik pada Otak Manusia dan Cara Berpakaian, Ternyata Satanisme Hanya Tujuan Marketing

Pengaruh Musik pada Otak Manusia-Ilustrasi/Unsplash-

Musik dengan tempo cepat atau melodi ceria, misalnya, cenderung membuat otak melepaskan lebih banyak dopamin, yaitu hormon yang dikenal sebagai "hormon kebahagiaan." Selain itu, musik ini juga mengaktifkan amigdala, bagian otak yang bertanggung jawab terhadap emosi dan memori.

Ritme yang cepat dan melodi yang ceria dikenali otak sebagai suasana yang menyenangkan, apalagi jika ditambah dengan lirik positif, yang semakin memperkuat efek kebahagiaan.

Penelitian dari Harvard juga menjelaskan bahwa musik mengaktifkan area motorik di otak, yaitu bagian yang bertanggung jawab atas gerakan tubuh. Musik dengan ritme cepat dapat merangsang sistem sensorik motorik di otak, membuat kita merasa lebih energik.

Akibatnya, jantung berdetak lebih cepat, dan kita sering kali tanpa sadar menghentakkan kaki, berdansa, atau menggerakkan anggota tubuh mengikuti irama musik. Inilah salah satu cara luar biasa musik memengaruhi tubuh dan emosi kita.

Musik yang membuat kita merasa sedih biasanya adalah musik dengan irama lambat atau lirik yang menggambarkan kesedihan. Irama lambat ini memengaruhi amigdala, bagian otak yang berfungsi mengelola emosi.

Amigdala cenderung merespons musik semacam ini dengan memunculkan perasaan duka atau kesedihan. Efek ini semakin kuat ketika lirik lagu mengandung makna yang dapat membuat kita merasa terhubung atau memunculkan kenangan tertentu, sehingga kita cenderung meratapi pengalaman pribadi atau menghidupkan kembali emosi yang pernah dirasakan.

Misalnya, saat mendengarkan playlist TikTok dari era 2020-an, seperti "Playdate," banyak orang mungkin merasa emosinya campur aduk. Hal ini terjadi karena amigdala merespons dan memunculkan kenangan atau perasaan yang terkait dengan lagu tersebut. Namun, jika terlalu sering mendengarkan musik sedih, hal ini bisa berdampak negatif, seperti membuat kita lebih mudah larut dalam kesedihan.

Saya sendiri pernah merasakan hal ini. Ketika mendengarkan lagu Runtuh dari Feby Putri, terutama liriknya yang berbunyi "Oh, ini nih gue banget, gue sering pura-pura bahagia," saya merasa sangat terhubung dengan lagu tersebut.

Akibatnya, perasaan sedih yang pernah saya rasakan sering kali muncul kembali setiap kali saya memutar lagu itu. Meski saya sangat menyukai lagunya, efek ini membuat saya lebih sering tenggelam dalam perasaan murung.

Namun, tenang saja, respons setiap orang terhadap musik berbeda-beda. Tidak semua orang merasakan hal yang sama.

Pengaruh Musik pada Cara Berpakaian

Pengaruh musik tidak berhenti sampai di situ saja. Jika kita cermati, dampaknya bisa jauh lebih dalam, bahkan memengaruhi cara berpakaian seseorang dan menyatukan orang-orang dalam jumlah besar. Secara psikologi, manusia memang secara alami memiliki kecenderungan untuk meniru idola mereka.

Dalam konteks berpakaian, para penggemar musisi sering kali ingin meniru gaya busana idolanya. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk menunjukkan identitas sebagai bagian dari kelompok penggemar, tetapi juga untuk memperkuat rasa keterikatan dengan komunitas tersebut.

Para musisi yang diidolakan sering dianggap sebagai representasi ideal oleh para penggemarnya, sehingga menjadi patokan untuk mendefinisikan apa yang mereka anggap keren atau menarik.

Lebih jauh, keterkaitan ini juga menjelaskan mengapa musik dapat menyatukan orang dalam jumlah besar, misalnya di konser musik. Menurut artikel yang dilansir dari The Oracle yang membahas psikologi di balik fenomena konser musik, alasan utama manusia berkumpul dalam skala besar seperti ini adalah dorongan sosial.

BACA JUGA:Kembali Populer di Instagram, Apa Itu Winamp? Simak Pemutar Musik Legendaris yang Membuat Nostalgia

Sumber: