Orang Miskin Akan Tetap Dipelihara Supaya Tetap Miskin, Begini Psikologi Kemiskinan
Orang Miskin Akan Tetap Dipelihara Supaya Tetap Miskin-RJ-
Selanjutnya, mari kita bahas tentang psikologi kemiskinan yang terbentuk oleh sistem ini. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi juga psikologi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa orang miskin sering kali mengalami mental block yang membuat mereka sulit keluar dari situasi mereka.
BACA JUGA:Berkat Arahan Bupati, Pemkab Bandung Raih Penghargaan Inovasi Data Kemiskinan Terbaik se-Jawa Barat
BACA JUGA:Nasib Negara-Negara Tanpa Laut yang Terkurung Daratan, Makin Maju Atau Miskin?
Mental block ini sering kali ditanamkan sejak kecil melalui sugesti, seperti keyakinan bahwa orang seperti mereka tidak akan pernah kaya atau bahwa hidup itu sangat sulit. Hal-hal semacam ini membuat orang miskin merasa terbatas dan sulit berkembang.
Mengapa ini bisa terjadi? Karena orang miskin hidup dalam lingkungan yang sama, yang tidak memberikan akses atau kesempatan yang memadai. Mereka tidak memiliki role model atau kesempatan untuk belajar hal-hal baru yang dapat mengubah hidup mereka.
Ini yang biasa disebut dengan psychological poverty trap atau jebakan psikologis kemiskinan. Orang-orang yang hidup dalam lingkungan ini akhirnya memiliki pola pikir yang sangat sulit untuk diubah.
Pengaruh Politik dengan Kemiskinan
Ketika membahas kemiskinan, kita tidak dapat mengabaikan pengaruh politik. Banyak pihak berpendapat bahwa sejumlah partai atau politisi sebenarnya lebih senang jika kemiskinan tetap ada. Hal ini dilakukan melalui kebijakan populis yang tampak membantu rakyat miskin, tetapi sebenarnya hanya bersifat sementara dan tidak memberikan solusi jangka panjang.
Contohnya adalah bantuan langsung tunai (BLT), yang memang memberikan efek positif di mata rakyat, namun hanya merupakan solusi sementara dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sayangnya, kebanyakan politisi lebih memilih kebijakan populis seperti ini, yang memberikan hasil cepat namun tidak menawarkan solusi permanen.
Media juga memiliki peranan besar dalam membuat kemiskinan terasa normal atau bahkan seolah-olah sebuah takdir. Contohnya, banyak sinetron atau film yang menggambarkan orang miskin harus ikhlas menerima nasibnya.
BACA JUGA:Putus Rantai Kemiskinan, Pasangan ASIH Janji Beri Beasiswa bagi Anak Petani
BACA JUGA:PJ Bupati Bogor Ajak Bersinergi Atasi Tantangan Kemiskinan dan Stunting
Selain itu, terkadang terdapat stereotip yang menyebutkan bahwa orang miskin adalah orang yang tidak berpendidikan atau pemalas, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Media seringkali juga memberikan mimpi-mimpi tentang kesuksesan yang cepat melalui jalur pintas, seperti menjadi artis, influencer, atau menang undian. Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan dengan cara tersebut.
Budaya populer ini secara tidak langsung membuat orang lebih terfokus pada impian untuk kaya mendadak ketimbang mencari jalan keluar dari kemiskinan yang lebih berkelanjutan. Dengan demikian, media berperan dalam membuat orang miskin merasa terjebak di posisi bawah, sementara orang kaya menjadi panutan.
Setelah semua penjelasan tersebut, mungkin ada yang bertanya, "Apakah benar kemiskinan sengaja dipertahankan?" Ini adalah pertanyaan besar yang tidak mudah dijawab. Beberapa orang berpendapat bahwa ini hanyalah teori konspirasi, tetapi ada juga yang percaya bahwa memang ada pihak-pihak yang sengaja menciptakan sistem ini agar mereka terus mendapatkan keuntungan.
Kami tidak menyatakan bahwa semua ini sepenuhnya merupakan konspirasi, tetapi kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa sistem yang ada saat ini memberikan ruang bagi kesenjangan untuk terus ada.
Sumber: