Ramaphosa Serukan Reformasi PBB dan Desak Perubahan di Dewan Keamanan
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, menyerukan reformasi PBB pada Minggu (22/9/2024), dan menyatakan di hadapan Sidang Umum bahwa Dewan Keamanan "jelas tidak lagi layak" untuk mengatasi tantangan kontemporer. "Menempatkan nasib keamanan dunia di tan--ANTARA/Anadolu/py
RADAR JABAR - Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, menyerukan adanya reformasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Minggu (22/9), saat berbicara di hadapan Sidang Umum PBB. Ia menilai bahwa Dewan Keamanan PBB "sudah tidak lagi relevan" dalam menghadapi tantangan global saat ini.
Ramaphosa menyoroti ketidakadilan dalam sistem keamanan dunia yang hanya dikendalikan oleh segelintir negara, sementara mayoritas negara harus menanggung dampak dari ancaman tersebut. Ia menegaskan bahwa hal ini tidak adil dan tidak dapat dipertahankan.
"Menempatkan nasib keamanan dunia di tangan segelintir orang sementara sebagian besar harus menanggung dampak dari ancaman ini adalah tidak adil, tidak fair, dan tidak berkelanjutan," ujar Presiden Ramaphosa di KTT PBB New York.
Dalam pidatonya, ia juga menyebutkan perang, konflik, dan perubahan iklim sebagai masalah-masalah yang harus dihadapi secara kolektif. Menurutnya, Dewan Keamanan tidak mewakili semua negara dan kurang mempertimbangkan perspektif yang beragam.
BACA JUGA:Lebih dari 990 Tenaga Medis Palestina Tewas dalam Agresi Israel di Gaza
BACA JUGA:Trump Tolak Debat Kedua dengan Kamala Harris: 'Sudah Terlambat'
Ramaphosa menggambarkan Pakta untuk Masa Depan yang telah diadopsi oleh Sidang Umum sebagai peluang untuk "menghidupkan kembali sistem multilateral" dan memenuhi janji reformasi tata kelola global, termasuk Dewan Keamanan dan lembaga keuangan internasional.
Ia juga mengajak komunitas internasional untuk mendukung agenda pembangunan Afrika yang dikenal sebagai Agenda 2063. Menurut Ramaphosa, pakta tersebut harus memperkuat aksi multilateral demi perdamaian yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, Ramaphosa menekankan pentingnya mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan berdasarkan hukum internasional.
Dalam konteks ini, pemerintahannya telah membawa Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida terkait agresi terhadap wilayah Palestina yang terblokade di Gaza sejak 7 Oktober tahun lalu.
"Kita harus mengejar tercapainya perdamaian yang adil dan berkelanjutan berdasarkan hukum internasional," ujarnya.*
Sumber: antara