Memintal Untung dari Ulat Sutera ala Rumah Sutera Alam Bogor, Hasilkan Kain Kualitas Terbaik

Memintal Untung dari Ulat Sutera ala Rumah Sutera Alam Bogor, Hasilkan Kain Kualitas Terbaik

Pengurus Kebun Sutera Alam, Yan Kusmayandi saat menunjukkan proses pemintalan benang. (Yudha Prananda / Jabar Ekspres)--

Menjadi salah satu jenis serangga yang dapat menghasilkan benang dengan kualitas terbaik, membuat Ulat Sutera menjadi salah satu objek peluang bisnis. Seperti yang dilakukan 'Rumah Sutera Alam' di Bogor, Jawa Barat. Bagaimana proses perjalanannya?

YUDHA PRANANDA, Bogor, Jabar Ekspres.

Berdiri sejak 2001, Rumah Sutera Alam dikenal sebagai pembudidaya dan pengolah ulat sutera yang diproses menjadi salah satu kain unggulan yang sangat berkelas yakni kain sutera.

Berkat kualitas dan popularitasnya, harga kain sutera ini tergolong mahal. Padahal, pasokan benang sutera saat ini masih belum mencukupi permintaan dari konsumen sehingga pemerintah masih mengandalkan impor untuk memenuhi pasokan benang sutera.

Tak khayal, apabila prospek budidaya ulat sutera dinilai cukup menjanjikan untuk dikembangkan.
Diketahui, dalam budidaya ulat sutera, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilannya yaitu kuantitas dan kualitas pakan (daun murbei), kemampuan dan ketrampilan petani, serta kondisi biofisik lokasi budidaya.

Berdiri sejak tahun 2001, budidaya ulat sutera sampai saat ini masih dijalankan secara turun temurun di Kebun Sutera Alam di Desa Batu Gede, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tak hanya budidaya, tempat ini memintal benang sutera dan menjual produk kain sutera.

"Rumah Sutera Alam konsepnya wisata edukasi, di sini ada kebun murbei, kandang ulat sutera, pemintalan benang dan tenun kain hingga siap jual," kata Yan Kusmayandi selaku pengurus Kebun Sutera Alam kepada Jabar Ekspres belum lama ini.

Selain menawarkan wisata edukasi ulat sutra, Rumah Sutera Alam menyediakan kain sutra dari hasil budidaya yang dilakukannya. Pelbagai kain sutra dijual dari mulai harga Rp200 ribu sampai 2 juta rupiah khusus untuk kain sutra dengan jenis kombinasi.

Yan menjelaskan, sejak didirikan oleh almarhum Tatang Gozali, kini pengelolaan Rumah Sutera Alam berestafet ke generasi kedua anaknya.

Sebelum berkembang menjadi kawasan wisata edukasi hingga sekarang, ditahun 2006, Rumah Sutera Alam difokuskan sebagai budidaya ulat sutra.

"Kami (budidaya ulat sutra) dari telur yang biasanya didatangkan dari Sulawesi Selatan. Setiap bok yang berisikan kurang lebih 25 ribu telur datang, dibawa ke inkubator hingga hari H penetasan. Jadi kita di sini tinggal pelihara saja," jelasnya.

Telur ulat sutra, sambung Yan, membutuhkan waktu sekitar 10 hari untuk menetas. Setelah telur menetas, ulat-ulat tersebut dipelihara di kandang ulat kecil hingga hewan itu siap membentuk kepompong.

Sedangkan pembentukan kepompong sendiri dilakukan di kandang terpisah yang disebut kandang ulat besar.

"Kita kasih makan (daun murbei) sehari 4 kali. Jam 7 pagi, 11 siang, 3 sore dan 6 petang. Makanya untuk pakan (ulat sutra) selama satu bulan itu rata-rata 1,1 ton daun termasuk batang murbei. Kalau daun saja paling 700 kilogram satu bulan," bebernya.

Sumber: