Menelaah Kisah Dibalik Asyura, Ternyata Ada Peristiwa Berdarah yang Tragis
Ilutrasi peristiwa berdarah yang terjadi saat hari asyura,-pixabay-
Pertama; bahwa riwayat-riwayat tentang puasa tersebut tidak pernah disebut oleh ulama-ulama syiah.
Kedua: mereka juga tidak pernah menyebut kapan dimulainya acara ratapan Husainiyyah yang tidak pernah dilakukan oleh para Imam tersebut.
Ketiga: saat mereka menyebut tragedi Karbala, kisah mati syahidnya al-Husain radhiallahu’anhu dan ahlul Bait yang lain mereka banyak melakukan pemutar balikan fakta, melalui riwayat-riwayat yang lemah dan atau palsu!!
Sebenarnya pembunuh al-Husain radhiallahu’anhu adalah orang-orang Kufah sendiri –semoga Allah memperlakukan merek dengan keadilan-Nya – bukan selain mereka, tidak ada seorangpun menyertai mereka selain mereka sendiri.
Merekalah yang berdusta terhadap al-Husain radhiallahu’anhu, menipunya, mengkhianatinya, membiarkannya sendirian, sebagaimana mereka membiarkan bapaknya (Ali radhiallahu’anhu), dan saudaranya sebelumnya.
Keempat: mereka tidak pernah menyebut saudara-saudara al-Husain radhiallahu’anhu yang mati syahid bersamanya di padang Karbala`. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, ‘Utsman, putra-putra ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, [juga Abu Bakar putranya sendiri dan Abu Bakar putra Hasan bin Ali ra] Mengapa…? Bahkan tidak pernah ditemui untuk mereka sekedar penyebutan atau belas kasihan,
Mengapa mereka bersikap demikian?
Jawabnya adalah, bahwa tidak disebutnya nama mereka hanyalah kekhawatiran terhadap pertanyaan orang-orang awam syi’ah, “Mengapa Imam ‘Ali menamai putra-putranya dengan nama-nama tersebut (Abu Bakar, Umar dan Usman)? Mengapa Imam Husain dan Imam Hasan menamai putranya dengan Abu Bakar? Bukankah penamaan menunjukkan akan kecintaan dan keridhaan?”
Kelima: bahwa umat di zaman sekarang hidup dalam ujian, musibah, perpecahan, dan kelemahan. Bersamaan dengan itu Anda akan mendapati bahwa para khatib di mimbar al-Husaini tidak memiliki apapun untuk disampaikan kecuali mengoyak sejarah, menghidupkan fitnah, dan membuat-buatnya, serta mengobarkannya, padahal tidak memiliki landasan yang shahih.
Kita Menolak Acara Asyura ala Syiah
Sikap kita, Ahlussunnah terhadap acara ratapan tersebut adalah sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang orang-orang yang menjadikan ‘Asyura` sebagai acara ratapan nestapa dan nista, “Yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya terhadap musibah –jika musibah itu baru terjadi- adalah hanya bersabar, ihtisab (berharap pahala) dan istirjâ’ (mengucapkan innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn)… maka, jika Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk bersabar dan ihtisab saat musibah baru terjadi, maka bagaimana pula jika musibah itu telah berlalu sekian lama. Maka menjadikan hari ‘Asyura` sebagai acara kesedihan termasuk perkara yang dihias-hiasi syetan untuk orang-orang sesat lagi membangkang. Demikian pula nadb (penyebutan kebaikan-kebaikan, dalam bentuk ratapan), dan pelantunan sya’ir-sya’ir sedih. Kedua kelompok tersebut telah melakukan kesalahan, keluar dari sunnah. Rasulullah , dan Khulafaur Rasyidin tidak pernah menyunnahkan satu perbuatan dari perbuatan tersebut pada hari ‘Asyura`, tidak syi’ar-syi’ar kesedihan, tidak juga syi’ar-syi’ar kegembiraan.” (Majmû’ul Fatawa (25/308-309))
Setelah ini kita katakan, “Telah banyak para Nabi yang terbunuh, tetapi Rasulullah tidak pernah melakukan yang seperti itu sama sekali. Demikian pula terbunuh sejumlah keluarga Nabi , seperti Hamzah, dan Ja’far di zaman Nabi.
Dan beliau tidak pernah melakukan sesuatupun untuk keduanya. Beliau juga tidak membangun kuburan untuk keduanya, tidak juga membuat musim-musim untuk menziarahinya, tidak juga yang lainnya, padahal keduanya adalah orang yang sangat utama, dan beliau al-Mushtafa sangat mencintai keduanya, demikian pula keadaannya terhadap Khadijah radhiallahu’anha.”
Demikian pula waktu terbunuhnya ‘Ali radhiallahu’anhu, putra-putranya tidak pernah melakukan sesuatupun, termasuk yang paling utama di antara mereka adalah al-Hasan dan al-Husain radhiallahu’anhuma. Maka apakah Rasulullah dan putra-putra ‘Ali radhiallahu’anhu berada di atas kesalahan..?!
Sumber: