Saya yakin kalian sering mendengar orang mengatakan, "Itu sudah takdir." Saya juga percaya bahwa takdir memang ada, tetapi yang ingin saya jelaskan di sini adalah kesalahan dalam memandang takdir yang sering terjadi di masyarakat kita.
BACA JUGA:5 Perbedaan Antara Bersantai dan Malas
BACA JUGA:8 Cara Ampuh Meminimalkan Rasa Malas dalam Diri
Dulu, ketika saya berniat mendapatkan nilai tinggi, saya mengajak teman untuk belajar bersama. Setelah belajar, ada teman lain yang kebetulan masuk ranking tiga besar selama dua tahun berturut-turut lewat di depan kami.
Teman yang saya ajak belajar kemudian berkata, "Bagus ya, itu memang takdirnya. Coba saja kalau takdir kita sama." Saat itu juga saya berpikir, Tuhan tidak hanya memerintahkan hamba-Nya untuk percaya pada takdir, tetapi juga untuk berusaha.
Teman saya justru jatuh ke dalam pola pikir "fixed mindset", di mana dia menganggap keberhasilan orang lain tidak bisa dicapai dengan usaha, seolah-olah hanya bisa diperoleh sejak lahir. Padahal, jelas ada konsep ikhtiar atau usaha.
Banyak dari masyarakat kita yang lebih mengedepankan pembicaraan tentang takdir daripada usaha. Saya yakin kalian sering mendengar pernyataan seperti ini. Sebenarnya, pola pikir yang saya jelaskan tadi tidak akan menjadi masalah jika orang tersebut tidak memiliki tanggungan, tidak perlu memberi nafkah kepada keluarganya, atau sudah mandiri secara finansial.
Namun, jika seseorang masih harus memberi nafkah kepada keluarga atau masih bergantung pada orang tua, lalu menggunakan pola pikir ini untuk malas bekerja, jelas itu akan merugikan orang lain, setidaknya keluarganya. Apalagi sekarang di Indonesia, mencari nafkah sangat sulit.
Mereka yang bekerja keras pun masih kesulitan mencari uang, apalagi yang malas dan punya alasan untuk tidak berusaha. Cobalah terapkan kehidupan yang seimbang antara agama dan dunia, seperti pada masa keemasan Islam, di mana dunia dan akhirat berjalan selaras.
BACA JUGA:4 Contoh Sifat Malas yang Baik, Berguna Bagi Kehidupanmu
BACA JUGA:7 Cara Menghindari Kebiasaan Malas Setiap di Hari Weekend
Pada masa itu, banyak ilmuwan yang membahas hal-hal duniawi, seperti Al-Khwarizmi dan Ibnu Sina, dan ekonomi sangat makmur.
4. Lupa melihat contoh kehidupan Nabi
Sebagai umat Islam, kita sebenarnya bisa melihat kehidupan para nabi, yang meskipun berkecukupan, sering mendermakan hartanya untuk umatnya. Dari sini sudah jelas bahwa tidak ada alasan untuk malas mencari harta, karena harta bisa digunakan untuk kebaikan.
Jadi, bagaimana caranya agar kita bisa memiliki pola pikir yang lebih sehat dalam menanggapi sesuatu, yang membuat kita terus berkembang dan tidak stagnan?
Kami yakin bahwa pola pikir masyarakat sangat mempengaruhi kemajuan atau kehancuran suatu bangsa. Semuanya dimulai dari individu masing-masing yang minimal harus menyadari bahwa pola pikir itu sangat penting.
Coba mulai dengan sering melihat dan menyadari realitas. Contohnya, harta yang dianggap sia-sia karena tidak dibawa mati. Padahal, jika melihat realitanya, harta bukan hanya untuk berfoya-foya, tetapi juga bisa digunakan untuk membantu sesama.