Temuan ini didukung oleh penelitian pada tahun 2009 oleh University of Stanford di California, yang menemukan bahwa sekitar 92% orang yang berjudi telah kehilangan batasan mereka.
Maksud dari kehilangan batasan ini adalah hilangnya patokan seseorang untuk berhenti berjudi. Misalnya, seseorang berencana berhenti berjudi setelah menang Rp1 juta, namun pada kenyataannya, hampir semua penjudi sudah tidak memiliki batasan lagi.
Akibatnya, mereka akhirnya menggadaikan barang, berhutang ke berbagai pihak, dijauhi oleh orang-orang terdekat, dan kehilangan pekerjaan. Bagi yang pernah terjun ke dunia judi, apakah kalian merasa relate dengan apa yang kami jelaskan?
Nah, yang kami jelaskan tadi adalah dampak dari judi konvensional, di mana kemungkinan menangnya tidak diatur. Namun, bagaimana dengan judi online yang persentase kemenangannya diatur oleh bandar?
BACA JUGA:5 Penyebab Judi Slot Online Marak di Indonesia, Korbannya Anak SD dan Ibu Rumah Tangga
Kami setuju dengan pendapat Guru Gembul yang mengatakan bahwa judi online bukan lagi sekadar judi, melainkan lebih kepada penipuan. Bandar pasti selalu menang.
Bayangkan, kecanduan pada sesuatu yang menipu dan membuat kita berpikir bahwa kita bisa untung dari situ, padahal logikanya tidak ada bandar yang mau rugi. Itulah mengapa mereka menciptakan sistem yang memastikan keuntungan mereka tanpa mempedulikan nasib orang-orang yang akan hancur karenanya.
Judol Beralih ke Pinjol
Ada satu kolaborasi yang tercipta di masyarakat kita yang merupakan kombinasi yang sangat merugikan dan bahkan menjadi alasan mengapa banyak orang bunuh diri. Kombinasi yang saya maksud adalah pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol).
Selain judi online, kita juga harus mengakui bahwa Indonesia menghadapi darurat pinjaman online. Sebenarnya, menggunakan pinjaman online tidak menjadi masalah jika digunakan seperlunya, bukan semaunya.
Kasus yang ingin kami jelaskan adalah orang yang kecanduan judi online dan tidak memiliki uang lagi, sehingga akhirnya beralih ke pinjaman online. Pola pikir mereka awalnya sederhana: pinjam uang dulu, kemudian deposit untuk berjudi, menang, uangnya menjadi dua kali lipat, dan hutangnya lunas.
Sayangnya, itu bukanlah realita. Realitanya, mereka tidak bisa memprediksi kapan akan menang. Malah, mereka diawasi dan dipastikan kapan mereka akan kalah oleh para bandar judi online.
BACA JUGA:Tessy Klarifikasi: Saya Bukan Sosok 'T' yang Terlibat dalam Kasus Judi Online
Ketika kalah, uang mereka hilang, sementara di pinjaman online, tagihan menumpuk hingga akhirnya kebingungan untuk membayar, dan harta pun sudah tidak ada lagi.
Orang-orang terdekat pun mulai menjauh karena kesal hutang mereka tidak dibayar-bayar. Inilah realita yang terjadi di Indonesia, khususnya bagi para pecandu judi online.
Judi online dan pinjaman online ini sangat mudah diakses, saking mudahnya hingga anak SD pun bisa bermain. Untungnya, para streamer game yang mengiklankan judi online ini segera ditangani.
Bayangkan jika mereka masih mengiklankan, dengan jumlah penonton yang banyak anak-anak, Indonesia akan menghadapi masalah besar karena anak-anak sudah kecanduan judi online sejak kecil.