Emisi Karbon Google Naik 11% di 2024, AI Jadi Penyebab Utama

Emisi Karbon Google Naik 11% di 2024, AI Jadi Penyebab Utama

Perbedaan Google Chrome Enterprise Premium dengan Versi Gratis-Google Chrome Enterprise Premium -Freepik

RADAR JABAR - Raksasa teknologi Google, dalam laporan terbarunya tahun 2025 yang membahas upaya berkelanjutan perusahaan, mengungkapkan bahwa emisi karbon yang dihasilkan meningkat sebesar 11 persen, mencapai 11,5 juta metrik ton karbon dioksida pada tahun 2024.

Angka tersebut menunjukkan lonjakan 51 persen dibandingkan tahun 2019. Peningkatan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang sulit dikendalikan dan membuat pencapaian target iklim perusahaan semakin menantang, salah satunya adalah perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI).

Dilansir The Verge pada Sabtu (28/6), lonjakan konsumsi energi akibat evolusi AI menjadi penyebab utama naiknya emisi karbon Google, yang pada akhirnya membuat proyeksi emisi perusahaan di masa depan semakin sulit untuk diperkirakan.

Dengan situasi yang semakin sulit diprediksi, perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat itu kini menghadapi tantangan yang lebih besar untuk mencapai target pengurangan emisi karbon hingga 50 persen pada tahun 2030, dibandingkan dengan rencana awal yang diumumkan pada 2019.

BACA JUGA:Permainan Squid Game 2 di Google Menarik Dicoba, Begini Caranya

BACA JUGA:Spesifikasi Google Pixel 9 Pro: Ponsel Premium Keluaran dari Google

Dalam lampiran laporan Google, tercantum sebuah tabel yang menunjukkan total emisi perusahaan sebenarnya mencapai 15.185.200 metrik ton karbon dioksida, jumlah yang setara dengan emisi tahunan dari hampir 40 pembangkit listrik berbahan bakar gas.

Dalam laporannya, Google mencatat bahwa meskipun konsumsi energi terus meningkat akibat penggunaan AI, pusat data perusahaan berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 12 persen. Namun demikian, tingkat emisi dari pusat data tersebut masih tetap jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019.

Laporan itu juga menekankan adanya hambatan lain, seperti perubahan kebijakan iklim dan energi, lambatnya adopsi teknologi energi bebas karbon, serta keterbatasan ketersediaan solusi energi bebas karbon di sejumlah pasar.

“Faktor-faktor eksternal ini dapat memengaruhi biaya, kelayakan, dan jadwal kemajuan kami — dan menavigasinya memerlukan fleksibilitas,” tulis Google.

Permasalahan emisi karbon akibat teknologi AI tidak hanya dihadapi oleh Google, tetapi juga oleh para pesaingnya seperti Microsoft dan Meta, yang sama-sama memerlukan energi dalam jumlah besar untuk pengembangan teknologi tersebut.

AI bahkan diperkirakan akan mengonsumsi lebih banyak energi secara global dibandingkan Bitcoin pada akhir tahun ini.

Meski ada upaya dari perusahaan seperti DeepSeek yang berfokus pada pengembangan model AI yang lebih efisien energi, langkah tersebut belum cukup untuk menghentikan perusahaan lain seperti Meta yang justru membangun pusat data besar berbahan bakar gas di Louisiana.

Kebijakan pemerintah pun turut mendorong arah tersebut, baru-baru ini, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang mendukung penggunaan batu bara sebagai sumber energi untuk pusat data AI.

Dengan kondisi ini, upaya perusahaan teknologi dalam mengurangi emisi karbon tampaknya akan menghadapi tantangan besar di masa mendatang, dan dibutuhkan penyesuaian serta inovasi yang lebih ramah lingkungan agar tujuan tersebut dapat tercapai.

Sumber: