Sampai Begini! Ini 8 Dampak Penurunan Populasi Penduduk di Jepang

Sampai Begini! Ini 8 Dampak Penurunan Populasi Penduduk di Jepang

Dampak Penurunan Populasi Penduduk di Jepang-Ilustrasi/Unsplash-

Banyak pasangan merasa khawatir tidak dapat mencukupi kebutuhan anak karena alasan finansial. Beban kerja yang tinggi juga membuat mereka ragu untuk berkomitmen pada kehidupan berkeluarga.

Selain itu, generasi muda di Jepang merasakan tekanan sosial dan psikologis yang tinggi akibat ekspektasi masyarakat dan beban ekonomi. Banyak yang merasa tidak siap atau tidak ingin menambah beban dengan menikah dan memiliki anak, mengingat kondisi ini.

Jepang dikenal memiliki budaya kerja yang menuntut, di mana jam kerja panjang dan lembur sudah dianggap hal biasa. Banyak pekerja merasa kelelahan dan memiliki sedikit waktu untuk kehidupan pribadi, termasuk untuk membangun keluarga.

Di Jepang, banyak perempuan yang bekerja keras dan mengejar karier. Sayangnya, mereka sering harus memilih antara melanjutkan karier atau berhenti bekerja demi mengurus keluarga. Banyak perempuan takut kehilangan kesempatan berkarir jika mereka punya anak, sehingga mereka memilih untuk menunda atau bahkan tidak memiliki anak.

Fenomena sosial baru juga semakin muncul, seperti hikikomori dan parasite single. Istilah parasite single mengacu pada orang dewasa muda yang tinggal bersama orang tua mereka hingga usia yang lebih tua tanpa menikah.

Fenomena ini cukup umum di Jepang, di mana banyak orang merasa bahwa hidup dengan orang tua memberikan kenyamanan ekonomi dan sosial yang lebih besar dibandingkan harus hidup mandiri dan menikah.

BACA JUGA:16 Makanan Khas Jepang yang Populer di Indonesia dengan Rasa Menggugah Selera!

BACA JUGA:Ini Resep Kelezatan Chicken Katsu Curry Khas Jepang

Pemerintah Jepang telah menerapkan beberapa kebijakan untuk menghadapi krisis demografi yang dihadapi negara ini. Beberapa kebijakan tersebut antara lain memberikan insentif untuk keluarga baru, seperti bantuan uang tunai untuk setiap anak yang lahir atau potongan pajak bagi keluarga yang memiliki anak. Namun, meski sudah ada insentif ini, jumlah kelahiran belum meningkat secara signifikan.

Selain itu, pemerintah Jepang juga mulai memperbaiki kebijakan cuti melahirkan dan membangun fasilitas penitipan anak yang lebih banyak. Hal ini diharapkan bisa membantu perempuan yang bekerja untuk tetap memiliki waktu untuk keluarga tanpa takut kehilangan karier.

Jika memiliki anak, pemerintah juga mendorong perusahaan untuk memberikan waktu kerja yang lebih fleksibel dan mendukung karyawan yang ingin memiliki waktu untuk keluarga. Dengan begitu, diharapkan para pekerja tidak hanya sibuk bekerja, tetapi juga dapat membangun keluarga.

Karena kurangnya tenaga kerja, pemerintah Jepang memperpanjang usia pensiun agar para lansia dapat tetap bekerja jika masih mampu. Beberapa perusahaan juga memberikan kesempatan bagi karyawan yang lebih tua untuk bekerja paruh waktu, yang membantu sedikit mengurangi kekurangan tenaga kerja.

Jepang sangat tertutup terhadap tenaga kerja asing, namun sekarang mulai membuka pintu bagi pekerja dari luar negeri, terutama di sektor-sektor yang membutuhkan banyak tenaga. Dengan adanya pekerja asing, Jepang berharap bisa mengurangi kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu.

Bagaimana dengan Indonesia?

Fakta menarik lainnya adalah bahwa gejala penurunan demografi juga sedang dialami oleh Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip dari kata data, tingkat kelahiran penduduk di Indonesia menunjukkan tren penurunan yang dikhawatirkan dapat menyebabkan perubahan demografi menjadi populasi yang menua, serta dapat menyebabkan tingkat kelahiran yang negatif.

Sumber: